Kemendikbud Larang SD-SMP Negeri Memungut Biaya Apapun

Kamis 04-07-2013,09:37 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA - Keluhan hampir seluruh wali murid setiap masa penerimaan siswa baru seragam. Yakni biaya atau pungutan pendidikan yang banyak jenis dan besar jumlahnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta pemerintah daerah (pemda) mengendalikan atau menertibkan pungutan kepada siswa baru itu. Direktur Jenderal Pendidikan Menengah (Dirjen Dikmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, pungutan-pungutan kepada siswa baru itu jangan sampai dilepas tanpa kendali ke masing-masing sekolah. \"Tetapi pemda melalui dinas-dinas pendidikan kabupaten atau kota wajib mengaturnya. Harus ada standarisasi biar seragam,\" katanya. Khusus di tingkat SD dan SMP, Hamid mengatakan tidak boleh ada pungutan dalam bentuk apa pun. Baik itu pungutan selama masa penerimaan siswa baru atau SPP. Sebab seluruh pembiayaan operasional sekolah, sudah di-cover melalui bantuan operasional sekolah (BOS). Sedangkan untuk jenjang SMA dan SMK, pungutan masih diperbolehkan. Namun dibatasi hanya untuk jenis SPP atau biaya operasional saja. Sebab dana talangan melalui bantuan operasional sekolah menengah (BOS-SM), belum meng-cover seluruh pembiayaan. Menurut Hamid, rata-rata nasional biaya operasional siswa SMA dan SMK sebesar Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per siswa per tahun. \"Sementara dana BOS-SM kan hanya Rp1 juta per siswa per tahun,\" katanya. Dengan jumlah itu, sekolah masih boleh menarik uang kepada siswa. \"Tetapi ingat, memungutnya jangan jor-joran. Jangan beda-beda setiap sekolah. Pemda harus mengaturnya,\" urai Hamid. Dia mengatakan, setiap daerah dianjurkan tetap mengucurkan bantuan operasional pendidikan daerah (BOPDA) untuk jenjang SMA dan SMK. Sehingga biaya operasional yang ditanggung siswa semakin kecil. Dia mencontohkan ada sejumlah daerah yang mengucurkan BOPDA hingga Rp1 juta per siswa per tahun atau ada juga yang masih Rp500 ribu per siswa per tahun. Hamid menegaskan, sekolah tidak dianjurkan menetapkan unit cost untuk komponen pembiayaan tertentu. Misalnya untuk uang gedung, uang seragam, pengadaan buku, biaya orientasi siswa, dan sejenisnya. \"Bahkan untuk uang gedung itu sudah dilarang. Karena biaya pembangunan uang gedung ditanggung negara,\" kata dia. Hamid meminta setiap kali masa penerimaan siswa baru tidak dijadikan semacam proyek bagi petinggi sekolah. Terutama di sekolah-sekolah yang memiliki tingkat peminat tinggi. Di antaranya adalah sekolah bekas RSBI dan sekolah terakreditasi A. Dia menegaskan, masyarakat bisa melapor ke Kemendikbud jika merasa dirugikan selama proses penerimaan siswa baru, khususnya terkait pembiayaan. Hingga sekarang menurut Hamid, Kemendikbud belum mengeluarkan surat edaran untuk mengontrol sistem penerimaan siswa baru. \"Sebab sudah ada edaran yang lama. Dan itu belum dijalankan pemda,\" katanya. Surat edaran lama itu di antaranya adalah, dinas pendidikan kabupaten atau kota wajib membuat standar unit cost untuk jenis-jenis komponen pembiayaan siswa. Senada, Mendikbud M Nuh secara tegas melarang seluruh sekolah negeri di Indonesia memberlakukan pungutan kepada orang tua murid untuk biaya operasional di sekolah. “Sekolah SD-SMP yang bertatus negeri, tidak boleh memungut biaya dengan alasan apa pun,” ungkapnya. Menurutnya, di masa pendaftaran siswa baru seperti sekarang ini memang kerap menjadi momen bagi sekolah untuk memungut biaya kepada orang tua murid. Oleh karena itu, lanjut Nuh, pemerintah memberikan peringatan agar sekolah tidak memungut biaya dengan alasan apa pun. Mantan Rektor Institut 10 November Surabaya (ITS) itu menegaskan, sekolah negeri tidak diperkenankan memburu laba. Nuh mencontohkan penjualan seragam sekolah untuk murid. “Kalau ada yang beralasan untuk seragam, itu kan sifatnya personal. Jadi, mau tidak mau, ya harus beli. Harganya kan cukup variatif, ada yang Rp30 ribu-Rp100 ribu. Oleh karena itu, yang harus ditanamkan ke seluruh penyelenggara sekolah itu harus dilakukan secara transparan. Jadi kalau seragam itu harganya Rp100 ribu, tunjukkan referensinya dan boleh dibeli sendiri di toko A. Tapi yang tidak boleh itu adalah mencari untung,” paparnya. Lebih lanjut mantan Menkominfo ini menambahkan, pengawasan atas pungli di setiap sekolah untuk tingkat dasar tersebut nantinya akan diserahkan sepenuhnya ke kabupaten/kota. Sebab, kewenangan pengawasannya memang dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota. “Pengawasannya kita serahkan ke kabupaten/kota. Kita kan tidak punya tangan. Sekolah itu kan kewenangannya di kabupaten/kota,” imbuhnya. (wan/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait