Nyaman Banar

Senin 25-05-2020,05:00 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Di sujud kedua, saya doakan mereka agar diberi kehidupan yang baik. Perusahaan-perusahaan itu. Juga perusahaan anak-anak saya. Termasuk Persebaya, DBL, Wednesday, dan real estate-nya.

Saya ingat ketika menjadi jamaah salat tarawih di lingkungan Hidayatullah. Yang sujudnya juga lama dan sangat lama. Bisa untuk membaca istighfar 45 kali.

Jamaah yang hadir di halaman kemarin tampak sepenuhnya memperhatikan khotbah. Itu karena isi khotbah menyangkut ”what it mean to me”.

Banyak khotbah yang isinya ”what it mean to us”. Unsur ”me”-nya sangat langka. Karena itu khotbah menjadi kurang menarik. Banyak jamaah salat hari raya yang tidak mau mendengarkan khotbah. Mereka langsung bubar begitu salat selesai.

Merumuskan tema khotbah memang tidak mudah. Itu karena pengkhotbah tidak mau tahu siapa pendengar khotbahnya. Juga tidak melakukan penelitian atas jemaah yang hadir hari itu. Tidak mencari tahu apa saja problem mereka. Apa yang mereka inginkan. Pengkhotbah umumnya tidak peduli --pokoknya khotbah.

Ternyata khotbah di lingkungan kecil lebih menarik. Bisa lebih konkret. Hanya saja sering tidak memuaskan --bagi yang bangga kalau khotbahnya didengarkan ribuan umat.

Sampai saya selesai menceritakan soal tarawih itu khotbah baru berlangsung tiga menit. Maka saya tambah dua menit lagi --untuk membacakan puisi: yang saya tulis malam sebelumnya.

Inilah puisi itu:

Bumi gonjang-gonjang

Bertumbang gelimpangan

Aneh

Langit tersenyum jenaka

Melihat bumi membersihkan dosa

Dengan cleaning service bergaji rendah

Dengan sapu tergerak malas

Langit tiba-tiba murka dalam diam

Tags :
Kategori :

Terkait