Temuan KPK: Kartu Prakerja Berpotensi Fiktif dan Merugikan Negara

Minggu 21-06-2020,09:45 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah masalah dalam program Kartu Prakerja. Temuan ini harus ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan serius, mengingat ada indikasi pelanggaran.

“Dari awal, saya telah menyuarakan agar kartu prakerja tersebut dihentikan. Anggarannya bisa direalokasi untuk kebutuhan bantuan sosial di masa pandemi ini. Dengan begitu, masyarakat dapat merasakan manfaatnya lebih luas,” ‎ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay.

Wakil Ketua Fraksi PAN itu mengatakan, kalaupun Program Kartu Prakerja akan tetap dilanjutkan, sebaiknya seluruh masukan yang disampaikan DPR, KPK dan masyarakat perlu dijadikan sebagai referensi.

Karena menurut Saleh, pandangan, masukan dan kritikan yang disampaikan sangatlah penting. Tidak hanya dari sisi rekrutmen peserta, tetapi juga menyangkut penunjukan platform, materi dan kurikulum, modul pelatihan, metode dan sistem pembelajaran, link and match dengan dunia usaha, serta hal-hal lain yang bersifat teknis.

‎Diketahui, KPK merekomendasikan pemerintah menghentikan sementara program Kartu Prakerja gelombang keempat. Penghentian sementara program tersebut sekaligus untuk mengevaluasi gelombang sebelumnya untuk memperbaiki gelombang berikutnya.

Berdasarkan catatan lembaga antirasuah, ada empat hal yang perlu diperhatikan pemerintah terkait Kartu Prakerja.

Pertama, proses pendaftaran peserta. KPK menilai PMO belum memaksimalkan utilisasi NIK untuk validasi peserta.

2

Selain itu, pekerja terdampak dalam data whitelist K/L belum terdaftar pada laman Kartu Prakerja.

KPK merekomendasikan pemerintah mengoptimalisasikan NIK untuk verifikasi pendaftaran peserta. PMO juga harus mengubah mekanisme pendaftaran peserta whitelist K/L.

Kedua, platform digital sebagai mitra kerja dalam program Kartu Prakerja. KPK melihat adanya masalah BA-BUN dalam program tersebut. Penunjukkan platform digital juga tidak dilakukan oleh PMO.

KPK juga menengarai adanya konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan.

Oleh sebab itu, KPK mengimbau Kemenko Perekonomian meminta legal opinion kepada Jamdatun Kejagung RI terkait kerja sama delapan platform digital sebagai mitra.

Ketiga, konten dalam program Kartu Prakerja. KPK melihat konten dalam program tersebut tidak layak.

Konten bahkan tersedia secara gratis di YouTube. Penilaian konten pelatihan juga tidak melibatkan ahli. Karena itu, KPK menilai PMO harus menuangkan pedoman kurasi materi pelatihan dalam bentuk petunjuk teknis. Kurasi dan pelatihan harus melibatkan ahli yang kompeten.

Keempat, pelaksanaan program Kartu Prakerja. KPK menilai metode pelaksanaan program tersebut berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.

Tags :
Kategori :

Terkait