Bola Panas di Tangan Pemda, Zona Kuning Boleh Belajar Tatap Muka, Pertimbangkan Risikonya

Sabtu 08-08-2020,23:00 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA - Pemerintah telah memberikan izin kepada daerah dengan status zona kuning untuk melaksanakan belajar tatap muka.

Kendati demikian, keputusan dikembalikan kepada kepala daerah. Mengingat di wilayah zona hijau, kendati sudah bisa belajar tatap muka, tetapi memilih melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena mempertimbangkan risikonya.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Letjen Doni Monardo mengatakan, setelah memasuki bulan kelima, tidak semua wilayah nasional memiliki risiko yang sama. Ada yang risikonya tinggi, sedang dan rendah serta tidak terdampak. Ada 35 daerah tidak terdampak, 51 kabupaten kota tidak ada kasus baru dan sembuh 100 persen.

Untuk daerah tidak terdampak ada yang sudah menjalankan belajar tatap muka. Tetapi tidak semua daerah yang diberikan kesempatan memulai belajar tatap muka mau melakukannya.

Oleh karenanya, keputusan melakukan belajar tatap muka kembali pada pengelola sekolah, dinas pendidikan dan para orang tua. \"Ketika sekolah dimulai, segala risiko yang akan terjadi harus diperhitungkan,\" kata Doni, dalam Zoom Meeting, Jumat sore (7/8).

Disampaikan Doni, ada 163 zona kuning di Indonesia yang nanti bisa dilakukan belajar tatap muka. Tetapi sesuai kebijakan kemendikbud, polanya hampir sama dengan zona hijau. Keputusan belajar tatap muka dikembalikan kepada daerah. \"Para pejabat itulah yang paling tahu situasi di daerah masing-masing,\" katanya.

Dalam kesempatan itu, Doni menyampaikan, faktanya daerah yang sudah memulai ternyata tidak mudah juga. Ada orang tua murid yang belum mengizinkan anaknya belajar tatap muka. Meski sebagian orang tua murid menginginkan belajar tatap muka berlangsung dengan baik.

\"Memilih pembelajaran jarak jauh ada masalah. Belajar tatap muka juga ada masalah. Tapi anak-anak kita juga harus mendapatkan pelajaran,\" tandasnya.

Menko PMK, Prof Dr Muhadjir Effendi menekankan, ketika berani mengambil risiko harus meningkatkan kewaspadaan setinggi mungkin. Sehingga keselamatan peserta didik, guru, dapat dijamin. Dan dapat segera dapat ditindaklanjuti bila terjadi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

Adapun hal yang lebih teknis, menjadi kewenangan Kemendikbud dan Kemenag di level pusat. Sementara di daerah menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi untuk jenjang SMA, dan pemerintah kabupaten/kota untuk jenjang TK, SD, SMP. \"Saya berharap semua penetapan harus diperhatikan sungguh-sungguh. Kita tidak mungkin terus ketakutan dengan covid-19. Tetapi harus keluar dengan persiapan-persiapan,\" tandasnya.

Sementara itu, Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim menyatakan, kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran. Namun, tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga harus menjadi perhatian.

Sehingga untuk mengantisipasi konsekuensi negatif dari PJJ, pemerintah mengimplementasikan dua kebijakan baru yakni, perluasan pembelajaran tatap muka untuk zona kuning. Berdasarkan data, terdapat 43 persen peserta didik di zona hijau dan kuning, dan 57 persen di zona merah dan oranye.

Nadiem menekankan, daerah di zona oranye dan merah tetap dilarang menggunakan belajar tatap muka. Sedangkan zona kuning dan hijau diperbolehkan tetapi tidak diwajibkan. \"Masing-masing komite sekolah, kepala sekolah boleh memutuskan sekolahnya siap atau tidak memulai belajar tatap muka. Kemudian orang tua juga berhak untuk mempertimbangkan apakah anaknya bisa mengikuti belajar tatap muka atau tidak,\" tandasnya.

Zona hijau dan kuning, belajar tatap muka dapat dimulai untuk jenjang SMA, SMK, MA, SMP, MTs, SD, MI dan SLB. Sedangkan untuk TK, PAUD baru boleh dilakukan dua bulan setelahnya. Sebab, di level TK/PAUD lebih sulit menerapkan protokol kesehatan. \"Kapasitas kelas maksimal 50 persen dari kapasitas,\" tegasnya.

Dijelaskan, untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, wajib diterapkan jaga jarak minimal 1,5 meter dengan maksimal 18 peserta didik/kelas. Jumlah hari dan jam belajar dengan sistem bergiliran rombongan belajar (shift) ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.

Tags :
Kategori :

Terkait