Yance, Jejak Visioner Kepemimpinan Anak Keluarga Santri

Senin 17-08-2020,09:35 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Oleh: DR H Masduki Duryat MPdI*

Ahad, 16 Agustus 2020 sekitar pukul 09.15 WIB di RSUD Indramayu berita mangkatnya Dr H Irianto MS Syafiuddin (Yance)—Bupati Indramayu Periode 2000-2010—ke alam keabadian seolah sulit dipercaya dan menghentakkan ‘ketenangan’ masyarakat Indramayu.

INILAH realitas, bahwa beliau telah meninggal dan menuntaskan seluruh perjalanan serta pengabdiannya meninggalkan istri, anak dan cucu serta handai taulan dan seluruh masyarakat Indramayu.

Hal ini semakin menegasikan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, kita ini milik Allah dan akan kembali kepada pemiliki sejatinya kehidupan. Kita harus ‘pulang’, pulang adalah gejala psikologis yang akan dialami oleh siapapun, sehingga mengadaptasi pandangan Prof Nurcholish Madjid dalam bahasa Inggris disebutnya dengan go home bukan go house.

Sejatinya pulang adalah ketika innaalillaahi wainnaa ilahiraajiuun. Tidak ada yang hidup selamanya, ‘Aku ingin hidup seribu tahun lagi’ kata Chairil Anwar yang dalam Alquran disebutnya dengan yawaddu ahadukum lay yu’ammaru alfa sanatin.

ANAK KELUARGA SANTRI

IRIANTO MS Syafiuddin yang akrab disapa Yance, lahir pada tanggal 27 Oktober 1955, bungsu dari empat belas bersaudara dari pasangan Mursyid Syafiuddin-Nyi Iyeng. Pernikahannya dengaan Hj Anna Sophana perempuan asal Singaraja—sebuah desa yang dikenal salah satu basis NU di Kabupaten Indramayu—dikaruniai seorang putra dan dua orang putri; Dinny Yuniarty Syafina, Daniel Muttaqien dan Deani Iyeng Syafina.

Meskipun lahir di Ambon (Maluku), yakni saat ayahandanya menjabat Kepala KUA Provinsi Maluku (1953-1958, masa kecil dan remajanya tumbuh kembang dalam kultur dan sosial Indramayu. Karenanya ia memahami betul karakter, watak, potensi, tradisi dan kebiasaan pola hidup masyarakat Indramayu.

Ayahandanya yang lahir pada tanggal 22 Juli 1907 dalam usia yang relatif sangat muda, 23 tahun telah terlibat aktif dalam Persyarikatan Ulama (PUI). Selanjutnya juga aktif bergabung dengan aktivis pergerakan Islam lainnya.

Terjun dan berkiprah di jalur politik praktis dengan membentuk PSII cabang Indramayu, kemudian dipercaya menjadi ketua Pengurus besar Pemuda Persyarikatan Oelama dan ketua Gerakan Pemuda Islam Indramayu (GPII).

Beliau juga terlibat aktif dalam perjuangan melawan penjajah (revolusi fisik) bersama MA Sentot dalam gerakan militer dengan memimimpin pasukan Singalodra. Puncaknya ia diangkat sebagai anggota KNIP (1947) dan tepat di bulan Agustus 1947 diangkat sebagai Bupati Indramayu.

Di luar aktivitasnya dalam pergerakan, beliau juga sukses dalam karirnya di birokrasi. Beliau diantaranya pernah menjabat sebagai Kepala KUA di Ambon yang sebelumnya di Banten, lalu ditarik ke Departemen Agama (Pusat) menjadi kepala Bagian Urusan Haji (1960).

Setahun kemudian, pada Januari 1961 mengajukan permohonan pensiun, ‘pulang kampung’ Indramayu dan aktif di PSII sampai terjadinya fusi dengan partai-partai Islam lainnya.

Ada dua hal yang bisa dipertegas di sini bahwa; pertama ayahandanya adalah pejuang nasionalis dan agamis; Keduaada ‘darah biru’ dalam diri Yance untuk mewarisi trah politik di Indramayu sebagai seorang bupati. 

Itulah sebabnya dalam kepemimpinan Yance dibangun atas semangat historitas dan transformasi kejuangan ayahandanya. Menumbuhkan harapan yang dapat memobilisir kekuatan kolektif sekaligus menggerakkan secara partisipatif rakyat menyongsong masa depan Indramayu yang berkeadaban, bermartabat dan manusiawi dalam kepemimpinannya.

Tags :
Kategori :

Terkait