Ok
Daya Motor

Pelaku Pariwisata: Study Tour Ada Dalam Kurikulum Merdeka

Pelaku Pariwisata: Study Tour Ada Dalam Kurikulum Merdeka

Wakil Ketua GAPITT Ciayumajakuning menyebutkan jika kegiatan study tour ada dalam Kurikulum Merdeka.--radarcirebon.com

Adapun larangan menggelar study tour yang dikeluarkan oleh Dedi Mulyadi, sebut Nana, secara tidak langsung sudah melanggar hak anak-anak.

"Dalam konvensi anak dunia di Jenewa Swiss disebutkan salah satu hak anak yaitu Rekreasi dan bermain bersama teman sebaya. Makanya tidak heran bila Mendikdasmen dan Menteri Pariwisata dan ekonomi Kreatif tidak Melarang Study Tour," papar Nana.

Biaya perjalanan study tour yang menurut Dedi Mulyadi memberatkan orang tua siswa, Nana kembali membantah anggapan tersebut.

BACA JUGA:Kebijakan Larangan Study Tour Jadi Angin Segar Pariwisata Cirebon

Ditegaskan Nana, kegiatan study tour yang digelar oleh sebuah sekolah, bukan merupakan program yang bersifat dadakan. 

"Tetapi sudah direncanakan jauh-jauh hari. Bahkan ada juga saat anak pertama masuk sudah disosialisasikan rencana study tour. Sehingga si anak diminta untuk menabung. Ini dimaksudkan agar pada saat nanti study tour tidak memberatkan orang tua," jelasnya.

Dengan begitu, anggapan biaya yang menjadi persoalan orang tua siswa dalam mengikuti kegiatan study tour, sesuatu yang bisa dicarikan solusi.

Karena menurut Nana, pihak penyelanggara juga bisa mencari jalan keluar bagi siswa yang kurang mampu untuk tetap mengikuti kegiatan yang menyenangkan tersebut.

"Juga bagi anak yang tidak mampu bisa dengan cara subsidi silang. Bahkan tidak menutup kemungkinan bagi yang tidak mampu bisa digratiskan. Karena dalam setiap rombongan study tour, tidak lebih dari 2-5 anak yang tidak mampu," ungkapnya.

Dalam pandangan Nana, kegiatan study tour tidak selayaknya untuk dilarang, karena bisa membatasi siswa untuk rekreasi dengan teman sebaya sambil belajar.

Karena menurut Nana, dengan direncanakan jauh-jauh hari, siswa dari kalangan kurang mampu pun, bisa mengikuti study toor yang belum tentu dilakukan bareng keluarga mereka.

"Bagi golongan masyarakat miskin, wisata atau rekreasi adalah barang mewah yang belum tentu mereka bisa dinikmatinya, blom tentu mereka bisa membelinya. Bila mengandalkan orang tuanya, entah kapan mereka bisa rekreasi atau berwisata ke Bandung, Semarang atau Jogya," papar Nana.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait