Kisah Pilu Ibu dan Anak Asal Kuningan yang Hidup dalam Keterbatasan
Rosita (50), warga Desa Walaharcageur, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan yang tinggal bersama anaknya berjuang hidup seadanya tanpa penerangan. -Andre Mahardika-RADARCIREBON.COM
KUNINGAN, RADARCIREBON.COM - Kisah hidup satu keluarga di Desa Walaharcageur, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan cukup memprihatinkan.
Ita Rosita (50) bersama anaknya, Aep Saepudin (14) sekitar dua tahun berjuang hidup seadanya dan tanpa penerangan.
Kondisi tersebut berlangsung ketika sang suami dan ayah dari Aep meninggal dunia, sampai tidak mampu membayar tagihan listrik.
"Sudah lama, lampu tidak ada karena tidak ada skringnya. Listrik tidak dicabut namun tidak ada skringnya.”
BACA JUGA:Saung Kakek Sebatang Kara Ludes Terbakar, Suryadi Bingung Pulang Kemana
“Selama ini tidak bayar listrik semenjak bapak (suami) meninggal 2 tahun yang lalu,” ungkapnya kepada radarcirebon.com dengan terbata-bata, Kamis 16 Oktober 2025.
Tak hanya hidup tanpa penerangan, keselamatan mereka berdua terancam dengan kondisi bangunan yang bisa saja roboh sewaktu waktu.
Tidur berdua hanya beralaskan kasur lantai butut dan bolong bolong, serta banyaknya barang tidak terawat, membuat penciuman terganggu.
Tak ada WC di rumah itu, namun beberapa ember berisi air bersih, terkumpul ditengah ruangan yang bisa digunakan sekedar buang air kecil ataupun memasak air minum.
"Kesitu, ember digodog, minum,” ucapnya kaku.
Tidak adanya kepala keluarga yang menopang ekonomi kehidupan, membuat hidup mereka penuh keterbatasan.
BACA JUGA:Kapolres Subang Beri Bantuan Tunanetra-Tunarungu Sebatang Kara
Air mata Ita tak terbendung ketika disinggung pendidikan sang anak yang terpaksa putus sekolah. Bukan tanpa alasan, situasi dan kondisi, memaksanya untuk menjadi tulang punggung.
"Saya punya anak 1 SMP, tapi sudah keluar semenjak bapak meninggal. Karena tidak ada biayanya, jadi tidak bisa sekolah lagi,” ungkapnya sambil menangis sedu.
Keterbatasan berkomunikasi dan minimnya kemampuan membaca dan melihat warna, membuat Ita dan Aep jarang mendapatkan ajakan untuk bekerja.
"Saya tidak bekerja. Makan sehari-hari dikasih dari tetangga, saya juga nyari genjer untuk dijualin, Kalau tidak ada yang kasih makan saya puasa, seringnya makan singkong dipotong potong, jemur disana," ucapnya. (*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


