Ok
Daya Motor

Gunung Ciremai dan Kegenitan Pariwisata

Gunung Ciremai dan Kegenitan Pariwisata

Ayus Ahmad Yusuf-Istimewa-radarcirebon

BACA JUGA:Begini Wajah Resbob saat Tiba di Polda Jabar Usai Kabur Lintas Provinsi

Dari sisi sosial, Gunung Ciremai berperan sebagai ruang interaksi, identitas kolektif, dan sumber kebanggaan masyarakat lokal. Aktivitas wisata dan konservasi dapat memperkuat kohesi sosial apabila dikelola secara inklusif dan adil.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya tantangan sosial, antara lain: Ketimpangan distribusi manfaat ekonomi antar kelompok Masyarakat, potensi konflik kepentingan antara pengelola kawasan, masyarakat lokal, dan pelaku usaha, perubahan nilai dan perilaku sosial akibat komersialisasi kawasan alam.

Jika tidak dikelola secara partisipatif, Gunung Ciremai dapat menjadi sumber konflik sosial yang melemahkan tujuan konservasi. Oleh sebab itu, pendekatan social-based conservation menjadi penting untuk memastikan masyarakat lokal bukan hanya objek, tetapi subjek utama dalam pengelolaan kawasan.

Kerusakan Lingkungan, Ancaman Keberlanjutan dan Urgensi Tata Kelola
Tekanan terhadap Gunung Ciremai semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah pengunjung dan aktivitas manusia di kawasan penyangga.

BACA JUGA:Santri Korban Begal di Majalengka: Motor NMAX Kembali, 2 Pelaku Asal Sukabumi Berhasil Dibekuk Polisi

Beberapa bentuk kerusakan lingkungan yang nyata antara lain: Degradasi jalur pendakian akibat overkapasitas dan minimnya pengaturan, akumulasi sampah, terutama sampah anorganik yang sulit terurai, gangguan terhadap habitat satwa liar dan alih fungsi lahan dan aktivitas ilegal di kawasan sekitar taman nasional. Kerusakan ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan yang bersifat reaktif tidak lagi memadai. Diperlukan kebijakan yang berbasis pencegahan, pengendalian, dan pemulihan ekosistem.

Pengelolaan Gunung Ciremai harus didasarkan pada prinsip tata kelola lingkungan yang baik  yang meliputi: Regulasi yang Tegas dan Berkeadilan yang  mampu menyeimbangkan antara konservasi dan pemanfaatan, penetapan zonasi, pembatasan kuota pendaki, serta penegakan hukum lingkungan menjadi kunci utama terutama terkait dengan kedatangan para investor yang dalam benaknya hanya terbayang keuntungan material tanpa memperhatikan dampak kerusakan Gunung Ciremai.

Monitoring Berbasis Data dan Teknologi dengan memanfaatkan  teknologi digital, seperti sistem pencegahan limbah yang ditimbulkan ,pendataan pengunjung, pemantauan kualitas lingkungan, serta analisis data ekologis, dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dan pengambilan keputusan. Pengendalian dan Kolaborasi Multipihak Pengelolaan Gunung Ciremai antara pemerintah, pengelola taman nasional, akademisi, komunitas lokal, dan masyarakat sipil.

Pendekatan kolaboratif ini memperkuat legitimasi kebijakan dan meningkatkan kepatuhan sosial.
Mengelola Gunung Ciremai perlu dengan hati yang menempatkan nilai moral, empati ekologis, dan tanggung jawab antargenerasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

BACA JUGA:Cirebon Bersiap Punya River Garden Ikonik Setelah Sukalila-Kalibaru Disterilkan

Pendekatan ini mencakup: kesadaran bahwa alam bukan sekadar sumber daya ekonomi, tetapi sistem kehidupan, penghormatan terhadap kearifan lokal dan nilai spiritual masyarakat sekitar, pPendidikan lingkungan yang berkelanjutan bagi generasi muda dan komitmen jangka panjang untuk menjaga keseimbangan manusia dan alam.

Penutup
Gunung Ciremai adalah simbol harmoni antara alam, manusia, dan nilai-nilai kehidupan. Pesona dan potensinya harus dikelola dengan kebijakan yang cerdas, adil, dan beretika. Dampak ekonomi dan sosial yang dihasilkan perlu diimbangi dengan perlindungan lingkungan yang kuat dan tata kelola yang berkelanjutan.

Pada akhirnya, keberhasilan pengelolaan Gunung Ciremai tidak hanya diukur dari banyaknya investasi masuk, restro dan café yang bertebaran, jumlah pengunjung atau pendapatan ekonomi, tetapi dari sejauh mana kawasan ini tetap lestari dan memberi manfaat bagi generasi kini dan mendatang.

Mengelola Ciremai dengan hati adalah keharusan moral, bukan sekadar pilihan kebijakan. Sekarang dan sampai kapan pun masyarakat harus tetap merasakan manfaat dan dapat menikmati keindahan Ciremai dengan gemiricik air,  semilir angin dan keteduhan awannya sambil nyeruput kopi pahit yang terasa manis karena mendengar alunan suara burung-burung berkicau bak alunan kecapi cianjuran. Semoga!.

*Penulis Adalah Akademisi
  Tinggal di kaki Gunung Ciremai

BACA JUGA:Babinsa dan Bhabinkamtibmas Hadiri Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Koperasi Merah Putih di Kesenden

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: