Terkait Penutupan Pabrik Kapur, Minta Bupati Tinjau Ulang
MAJALENGKA – Pasca rapat pertemuan yang digelar Pemkab Majalengka, asosiasi pengusaha kapur wilayah III Cirebon menindaklanjuti dengan cara menyurati bupati Majalengka. Surat tersebut sebagai penyampaian permohonan peninjauan ulang terkait rencana penutupan pabrik kapur. Ketua asosiasi, Dadang Iskandar menjelaskan pabrik kapur yang berlokasi di Blok Pajagan Desa Garawangi Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka, itu sejatinya mampu menciptakan lapangan kerja hingga 500 orang. Selain itu mampu menumbuhkembangkan industri rumahan yang memanfaatkan limbah pabrik kapur baik semen maupun batu hasil dari bakaran kapur tersebut. Tidak hanya itu, lebih dari 50 peranjin rumahan dan masing-masing perajin mampu memperkerjakan sedikitnya 5 orang. “Bila pabrik berhenti beroperasi maka mereka akan kehilangan pekerjaan. Untuk beralih ke pekerjaan lain tentunya akan sulit karena mereka tidak memiliki kemampuan baik managerial maupun modal,” jelas Dadang. Dijelaskan, dalam surat yang dikirim ke bupati terkait permohonan dan pengkajian ulang juga rencana penutupan. Mereka (pekerja, red) juga berharap ada pengukuran kembali terhadap kualitas udara dan debu di sekitar pemukiman warga oleh pihak yang independen sekaligus disaksikan oleh seluruh pengusaha. Kemudian dilakukan tes kesehatan terhadap pekerja pabrik dan masyarakat untuk mengetahui tingkat kesehatan mereka. Apakah sakitnya ditimbulkan oleh dampak polusi udara dari pabrik atau malah bukan. “Pabrik kapur ini sebetulnya sudah berdiri sejak tahun 1960. Mungkin saat pemukiman penduduk belum sepadat sekarang. Karena dahulu awal berdirinya pabrik jauh dari pemukiman, dan yang paling utama adalah bila ditutup akan ada ratusan tenaga kerja yang kehilangan mata pencahariannya,” tambah Sekretaris Asosiasi, Endrayanto. Penasehat asosiasi, H Rudiyanto menambahkan, jika Pemkab Majalengka merestui adanya pabrik kapur di wilayah Sumberjaya itu tetap beroperasi, pihaknya akan berupaya memperbaiki cerobong tinggi untuk mengurangi tingkat polusi udara yang dilakukan seperti pabrik semen. Pengusaha kapur lainnya Jempis, mengatakan untuk membangun satu pabrik pembakaran batu kapur membutuhkan dana sekitar Rp500 juta lebih. Itu pun belum termasuk saluran pipa gas dan pendukung lainnya. Semua pembakaran kapur kini menggunakan bahan bakar gas. Oleh karena itu, kata dia, gas yang digunakan pabrik kapur di Majalengka berdasarkan keterangan PGN dengan tingkat pemakaian bisa mencapai 1 juta meter kubik per bulannya. Mahalnya tungku pembakaran tersebut karena bahan baku batu didatangkan dari daerah Sukabumi. Pasalnya, di wilayah Majalengka sendiri tidak tersedia bahan batu yang tahan terhadap api dengan suhu panas yang tinggi. “Produksi kapur di Majalengka ini digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Seperti perusahaan air bersih di Ibu Kota Jakarta yang menggunakan batu kapur dari Majalengka. Juga PT Rajawali beberapa pabriknya telah menggunakan batu kapur dari sini serta industri-industri lain di wilayah Bandung dan sebagainya,” bebernya. (ono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: