PSBB di Jawa -Bali, Awasi Prokes di Transportasi Umum
JAKARTA – Kementerian Perhubungan diminta memperketat dan mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (prokes) di transportasi publik. Tak hanya di transportasi publik Jabodetabek, tapi juga juga antar kota antar provinsi (AKAP) dan angkutan penyeberangan.
Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menjelaskan, kebijakan pengetatan PSBB di Jawa dan Bali harus dibarengi dengan melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan prokes transportasi publik.
Termasuk angkutan penyeberangan yang menghubungkan Jawa Bali dengan daerah sekitarnya.
Sigit menilai, selama ini pelaksanaan prokes di bus AKAP dan angkutan penyeberangan seperti di pelabuhan Merak-Bakauheni kerap mengabaikan prokes.
Karena itu, Sigit mendesak Kemenhub untuk berkoordinasi dengan para operator bus dan penyeberangan untuk memperketat penerapan prokes untuk menahan laju penyebaran Covid-19 melalui transportasi publik.
“Selama ini yang menerapkan prokes secara ketat hanya angkutan udara dan kereta. Moda transportasi lainnya cenderung lebih longgar. Contoh, untuk bus AKAP banyak yang tidak mensyaratkan hasil rapid sebagai syarat,” bebernya, Jumat (8/1).
Ia melanjutkan, jaga jarak juga tidak ada. Bahkan, didalam bus banyak yang maskernya dilepas. Begitu juga di angkutan penyeberangan. Meski aturannya sudah ada, tapi minim dalam pelaksanaan.
Karena itu kemenhub harus mengawasi implementasi aturan yang dibuatnya sendiri. Awasi pelaksanaannya. Dan operator yang nakal harus diberi teguran.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat. Hal ini berlaku di daerah Jawa dan Bali.
Pengetatan PSBB ini berdampak pembatasan tempat kerja dengan work from home 75 persen dengan melakukan protokol kesehatan secara ketat.
Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengharapkan adanya pembatasan kegiatan dapat membuat terjadinya penurunan kurva penularan dan penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Mendagri meminta agar penerapan protokol lebih ditingkatkan lagi. Dengan begitu, diharapkan kurva penularan Covid-19 mengalami penurunan, agar problem over capacity rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat diantisipasi.
“Kita akan melakukan evaluasi harian, evaluasi mingguan. Kalau sekarang kan 75 persen WFH. Kalau ternyata masih terjadi dan klasternya di mana, klasternya kantor bisa 100 persen (WFH),” ujarnya.
Tito menilai terjadinya penurunan disiplin protokol kesehatan bisa jadi karena masyarakat dan petugas Covid-19 mengalami kejenuhan. Menurutnya, Inmendagri yang baru diterbitkan merupakan upaya untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan yang lebih ketat lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: