Pembahasan RUU Pemilu Masih Alot
JAKARTA – Tarik ulur pembahasan RUU Pemilu masih alot. Sejumlah pihak meminta tidak dilanjutkan. Sebagian lain, menilai jika aturan yang saat ini ada masih jauh dari sempurna dan perlu perbaikan.
Fraksi PAN misalnya. Pihaknya menghargai usulan sebagian fraksi di DPR yang berkeinginan untuk melakukan perubahan. Meskipun untuk memperbaiki kualitas pemilu.
Hanya saja, partai dengan logo matahari putih ini berpendapat jika UU Pemilu belum saatnya direvisi. Anggota DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, Undang-undang yang ada saat ini relatif masih sangat baru. Dan baru diterapkan secara formal dalam kurun waktu empat hingga lima tahun terakhir.
“Sejauh ini penyelenggaraan pemilu yang dilakukan dengan payung hukum UU ini berjalan cukup baik. Meskipun tentu ada hal-hal yang perlu disempurnakan di dalam aturan turunannya,” ujar Saleh, Senin (25/1).
Ia melanjutkan, membuat undang-undang tidaklah mudah. Ada banyak kepentingan yang harus diakomodir dalam UU itu tersebut. Termasuk kepentingan partai politik, pemerintah pusat dan daerah, penyelenggara pemilu, masyarakat dan civil society.
Menurutnya, mengubah undang-undang yang ada, tidak menjamin akan lebih baik dari yang ada saat ini. Dalam konteks itulah, PAN mengajak semua pihak untuk fokus memperkuat persaudaraan kebangsaan yang sempat terbelah pada saat pelaksanaan pilpres yang lalu.
“Kita harus meyakini bahwa persaudaraan kebangsaan adalah modal utama kita dalam membangun bangsa Indonesia ke depan,” tuturnya.
Dikatakannya, penanganan Covid-19, baik dari sisi pemutusan mata rantai penyebaran virus maupun pemulihan ekonomi nasional, adalah menjadi prioritas utama seluruh anak bangsa.
“Oleh karena itu, alangkah indahnya jika energi DPR dan Pemerintah diarahkan sepenuhnya dalam rangka menuntaskan kedua masalah tersebut,” terangnya.
Sementara itu, Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama menilai revisi UU Pemilu perlu segera untuk dilakukan.
Menurutnya, revisi perlu dilakukan karena hubungan tiga penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dianggap tidak harmonis.
Menurutnya, para penyelenggara pemilu seharusnya lebih mengedepankan bagaimana mendorong proses pemilu yang berkualitas, demokratis, dan berintegritas. “Tetapi mereka sibuk antarlembaga penyelenggaranya sendiri,” terangnya.
Heroik mengatakan, mestinya desain penyelenggara pemilu harus dibenahi usai pelaksanaan Pemilu 2019 lalu. Hal itu juga bertujuan demi mewujudkan kemandirian lembaga penyelenggara pemilu.
Tata kelola lembaga penyelenggara pemilu kerap luput dari pembahasan revisi. Para pembuat UU yang ada di DPR lebih alot membahas soal sistem pemilu yang sarat akan kepentingan politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: