PBB Desak Sri Lanka Akhiri Kebijakan Kremasi Paksa Jenazah Covid-19

PBB  Desak Sri Lanka Akhiri Kebijakan Kremasi Paksa Jenazah Covid-19

KEBIJAKAN kremasi paksa bagi korban Covid-19 yang dilakukan pemrintah Sri Lanka didesak sejumlah pakar Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk segera diakhiri.

Pasalnya, sejumlah pakar HAM tersebut menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah Sri Lanka bertentangan dengan ajaran agama Islam dan kepercayaan minoritas lainnya.

\"Pemberlakuan kremasi sebagai satu-satunya pilihan menangani jenazah yang dikonfirmasi atau diduga terinfeksi Covid-19 merupakan pelanggaran hak asasi manusia,\" kata para pakar dalam sebuah pernyataan, dikutip AA, RMOLjabar Selasa (26/1).

\"Belum ada bukti medis atau ilmiah yang mapan di Sri Lanka atau negara lain bahwa penguburan jenazah menyebabkan peningkatan risiko penyebaran penyakit menular seperti Covid-19,\" imbuh mereka.

Pada 21 Januari, Sri Lanka melaporkan 274 kematian terkait Covid-19, dengan banyak kasus kematian berasal dari minoritas Muslim.

Semua jenazah dikremasi sesuai amandemen keempat Pedoman Praktik Klinis Sementara pada pasien terduga dan pasien terkonfirmasi Covid-19 yang dikeluarkan 31 Maret 2020.

Menurut otoritas Sri Lanka, penguburan korban Covid-19 dapat mencemari air minum di tanah.

Namun, para ahli mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan tidak ada bukti yang menunjukkan penguburan korban dapat menyebabkan penyebaran penyakit.

Lebih lanjut, Sekolah Tinggi Ilmu Kedokteran dan Asosiasi Medis Sri Lanka baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang mengklarifikasi tidak ada bukti penguburan mayat korban Covid-19 membahayakan kesehatan masyarakat.

\"Meskipun kita harus waspada terhadap tantangan kesehatan masyarakat yang serius yang ditimbulkan oleh pandemi, tindakan antisipasi Covid-19 harus menghormati dan melindungi martabat jenazah, tradisi atau kepercayaan budaya dan agama mereka, dan keluarga mereka secara keseluruhan,\" kata para ahli.

Para pakar menyesalkan penerapan keputusan kesehatan masyarakat \"berdasarkan diskriminasi, rasa nasionalisme agresif dan etnosentrisme yang menyebabkan penganiayaan terhadap Muslim dan minoritas lainnya di negara ini.

\"Permusuhan seperti itu terhadap minoritas memperburuk prasangka yang ada, ketegangan antar-komunitas, dan intoleransi agama, menabur ketakutan dan ketidakpercayaan serta memicu kebencian dan kekerasan lebih lanjut,\" kata para ahli.

\"Kami sama-sama prihatin bahwa kebijakan seperti itu menghalangi orang miskin dan paling rentan untuk mengakses layanan kesehatan publik karena takut akan diskriminasi,\" pungkas mereka.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: