Kadin Dukung ULP Sering Lelang Ulang

Kadin Dukung ULP Sering Lelang Ulang

KEJAKSAN– Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cirebon mendukung panitia Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Cirebon yang sering melakukan tender ulang. Hal ini bukan karena panitia tidak professional, tetapi lebih kepada sikap kehati-hatian sebelum produk lelang menjadi kasus hukum seperti Pemuda Gate. Proyek drainase senilai Rp7 miliar yang pernah masuk penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon. Ketua Kadin Kota Cirebon, Yuyun Wahyu Kurnia SE MM MBA mengatakan lelang ulang yang sering terjadi selama ini bukan akibat panitia lelang tidak professional. Melainkan, panitia takut dan trauma akan kasus hukum yang sering terjadi pada beberapa proyek di Kota Cirebon. Setidaknya, proyek Pemuda Gate yang sempat disidik Kejaksaan, sudah memberikan efek trauma bagi panitia lelang. Ditambah, kasus proyek Jetty yang membuat rasa trauma semakin bertambah dalam. “Dibandingkan daerah lain, panitia ULP Kota Cirebon sudah berupaya professional,” terangnya kepada Radar. ULP daerah lain, sambung Yuyun, ada yang sengaja mencari kesalahan administrasi rekanan yang ingin dikalahkan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi keinginan kontraktor pemaksa kehendak. Menurutnya, ULP Kota Cirebon netral dan sesuai prosedur ketentuan aturan. Justru, dia menilai ketidakprofesionalan datang dari rekanan itu sendiri. Diantaranya, tidak membaca dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen lelang. “Ada rekanan yang memaksakan kehendak tanpa melalui syarat administrasi. Ini tidak fair,” ucapnya, lantang. Menurutnya, jika rekanan kalah lelang, ada sarana sanggah dan sanggah banding yang bisa digunakan. Tender menggunakan Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) terbuka bagi siapapun. Dikatakan Yuyun, sikap hati-hati panitia lelang dimungkinkan karena takut dan trauma berurusan dengan hukum. Karena itu, dia mengusulkan agar pemkot segera melaksanakan pelatihan bagi rekanan yang ada di Kota Cirebon. Selama ini, tender di atas Rp200 juta non penunjukan langsung (juksung) hanya dikuasai beberapa kontraktor besar yang memahami cara membuat penawaran. Mereka didukung perlengkapan dan tenaga ahli mumpuni. Sementara, kontraktor Kota Cirebon sekitar 700 rekanan dengan pemilikan tenaga administrasi dan penguasaan teknologi penawaran LPSE tidak lebih dari 10 persen. Artinya, hanya 70 rekanan yang mampu mengikuti lelang LPSE secara baik dan benar. “sisanya (690 rekanan) hanya menunggu belas kasihan kepala dinas saja,” terang pria yang juga salah satu politisi NasDem ini. Seluruh kontraktor, kata Yuyun, mengakui situasi dunia usaha konstruksi di Kota Cirebon sudah tidak nyaman lagi. Diungkapkan, ada beberapa rekanan yang enggan ikut pekerjaan proyek di Kota Cirebon. Bahkan, diberi proyek juksung sekalipun, tetap menolak. Hal ini imbas dari banyaknya kasus hukum dari proyek yang berlangsung. Pasalnya, jika ada kasus hukum, KPA, PPTK, Pengawas dan kontraktor yang diperiksa. “Disini pemkot dan kita perlu duduk bersama menyamakan persepsi, bukan mengatur korupsi dan kolusi,” tukasnya. Sebab, keadaan demikian jika dibiarkan, akan berimbas pada banyaknya anggaran pembangunan yang tidak dapat diserap. Sementara, Kepala ULP Kota Cirebon, Dede Sudarsono ST MSi mengatakan, berdasarkan data, jumlah tenaga lelang di Kota Cirebon mencapai 56 orang. Angka itu cukup untuk menangani seluruh pengerjaan lelang yang ada dalam rangka pembangunan Kota Cirebon. Namun, lanjutnya, tidak semua tenaga lelang menetap dan focus di pekerjaan tersebut. Pasalnya, banyak di antara mereka yang menjadikan pelelangan sebagai pekerjaan tambahan. Padahal, untuk menjadi panitia lelang harus fokus demi mendapatkan rasa aman dan nyaman. “Sering terjadi lelang ulang karena kami sesuai aturan. Meskipun imbasnya banyak proyek pembangunan terhambat,” tukasnya, kemarin. Dede menjelaskan, langkah kehati-hatian dilakukan demi menjaga lelang sesuai aturan. Hal ini menepis kemungkinan permasalahan hukum di kemudian hari. Menurutnya, untuk menjadi pemenang lelang tidak hanya berdasarka penawaran termurah saja. Harga rasional, metoda teknis, dukungan peralatan, tenaga ahli, dan kelengkapan administrasi menjadi modal penting lainnya. Pembangunan yang tumbuh pesat di Kota Cirebon, mengharuskan penambahan panitia lelang di ULP. Sebab, dari 56 orang, hanya sekitar enam di antaranya yang benar-benar aktif. Keinginan pemkot Cirebon menjadikan ULP sebagai instansi tersendiri, didukung penuh oleh Dede Sudarsono. Pasalnya, panitia lelang akan lebih fokus di ULP dan menangani proyek pembangunan yang masuk melalui LPSE. Pengawasan dan aturan ketat dalam LPSE, membutuhkan tenaga handal yang mampu bertindak dan bersikap tegas. Lelang ulang sering terjadi karena perencana di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tidak dapat bekerja maksimal. Sehingga, saat mereka mengajukan perencanaan ke ULP, harus berkali-kali melakukan perbaikan. “Perlu ada peningkatan kualitas perencana SKPD,” ucapnya. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: