Vonis Prasetijo dan Napoleon Terkait Red Notice Djoko Tjandra Terlalu Ringan, ICW Bandingkan dengan Kasus Kuwu
JAKARTA – Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam kasus red notice Djoko Tjandra sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor).
Prasetijo divonis majelis hakim Tipikor selama 3,5 tahun. Sementara Napoleon divonis 4 tahun.
Terkait vonis terhadap keduanya, Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang terlalu ringan. ICW membandingkan vonis kedua perwira tinggi Polri itu dengan putusan kasus korupsi seorang kepala desa (kuwu) di Indramayu, Jawa Barat.
“Terkesan mengecilkan pemaknaan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh dua perwira tinggi Polri tersebut,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (10/3).
Dalam perkaranya, Brigjen Prasetijo Utomo divonis hukuman 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti menerima suap 100 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Sementara Irjen Napoleon divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan karena menerima suap 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
Kurnia menyatakan, vonis kedua terdakwa terkesan lebih rendah atau setara dengan hukuman Kepala Desa Wanakaya Jenuri pada Desember 2020 lalu.
Jenuri terbukti melakukan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp168 juta dan divonis empat tahun penjara. Padahal, nilai korupsi kedua perkara itu jauh berbeda.
“Sedangkan Prasetijo dan Napoleon, dianggap telah menerima dana Rp8,4 miliar dari Djoko Tjandra malah hanya divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan 4 tahun penjara,” kata Kurnia.
ICW beranggapan, vonis yang pantas dijatuhkan kepada Prasetijo dan Napoleon adalah penjara seumur hidup. Keduanya juga layak diberi sanksi denda sebesar Rp1 miliar.
Alasannya, pertama, ketika melakukan kejahatannya Prasetijo dan Napoleon mengemban tugas sebagai penegak hukum.
“Tentu, praktik suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan citra Polri di mata masyarakat,” kata Kurnia.
Kedua, Prasetijo dan Napoleon selaku penegak hukum malah bekerja sama dengan buronan. Dalam fakta persidangan terungkap Prasetijo membantu istri Djoko Tjandra membuat surat yang ditembuskan ke Interpol Polri dan juga bersurat ke Anna Boentaran terkait informasi red notice Djoko Tjandra.
“Sedangkan Napoleon sendiri dianggap terbukti menyurati Dirjen Imigrasi agar status daftar pencarian orang Joko Tjandra dihapus,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: