Korban Tewas Mesir Diklaim 525 Orang, IM Sebut Lebih dari 2000

Korban Tewas Mesir Diklaim 525 Orang, IM Sebut Lebih dari 2000

*Dunia Kecam Mesir, SBY Minta Dubes Awasi WNI   KAIRO - Kondisi Mesir dikabarkan tenang setelah terjadi kerusuhan berdarah yang menewaskan 525 jiwa. Kondisi saat ini merupakan buah penerapan jam malam yang berlaku mulai pukul 18.00 hingga 06.00 di beberapa provinsi. Mengutip laporan Reuters, lampu lalu lintas mulai kembali aktif menyinari jalanan di Kairo. Pemerintah Mesir juga sudah menetapkan status darurat selama sebulan ke depan dan memberlakukan jam malam di 14 provinsi. Juru bicara Kementerian Kesehatan Mesir menyebutkan, 525 orang tewas dan 3.717 lainnya cedera. Namun, kelompok Ikhwanul Muslimin, penggagas unjuk rasa, mengungkapkan bahwa korban yang tewas lebih dari 2.000 jiwa. Tiga wartawan dilaporkan tewas dalam insiden tersebut. Dua di antaranya, Michael Deane dan Habiba Ahmad Abd Elaziz, tewas setelah menerima peluru dari penembak jitu. Deane adalah kamerawan stasiun televisi Sky News dan Elaziz merupakan wartawan harian Gulf. Wartawan dari surat kabar Al Akhbar, Ahmed Babel Gawad, dilaporkan juga tewas saat meliput kerusuhan. Namun, belum diketahui penyebab kematian Gawad. Terlepas dari perdebatan tentang jumlah korban, kekerasan saat pembubaran kamp pengunjuk rasa itu merupakan yang paling berdarah sejak maraknya unjuk rasa prodemokrasi lebih dari dua tahun lalu yang berhasil menjatuhkan Presiden Husni Mubarak. Kekerasan terbaru tersebut juga memicu meluasnya kecaman dunia internasional. Wakil Presiden Mesir Mohammad el Baradei mengundurkan diri karena tidak setuju dengan pertumpahan darah. Para pemimpin negara juga mengucapkan keprihatinan atas jatuhnya banyak korban. Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan mengimbau Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa segera turun tangan menyikapi pertumpahan darah di Mesir tersebut. \"Mereka yang diam melihat pembantaian ini sama bersalahnya dengan yang melakukan pembantaian,\" tegasnya. \"Saya menyeru kepada negara-negara Barat, kalian diam di Gaza, juga diam di Syria... Kalian masih diam pula di Mesir. Jadi, bagaimana kalian bisa bicara mengenai demokrasi, kebebasan, nilai-nilai global, dan hak asasi manusia?\" lanjut Erdogan. Amerika Serikat mengutuk kekerasan tersebut. Mereka mendesak semua pihak menahan diri dan mengupayakan dialog untuk mencari solusi politik. \"Rakyat Mesir di dalam dan di luar pemerintahan harus mundur selangkah. Mereka harus menenangkan situasi dan menghindarkan korban jiwa lebih banyak,\" ungkap Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Sementara itu, Ekuador menarik duta besarnya untuk Mesir setelah kekerasan tersebut pecah. Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan, rakyat Mesir telah memilih Mursi sebagai pemimpin secara konstitusional. \"Menyusul kudeta yang menggulingkan Presiden Mursi pada Juli lalu, rakyat Mesir telah terkungkung dalam suasana protes sipil dan represi dari pemerintahan yang de facto,\" kata Ekuador. Sementara itu, Ikhwanul Muslimin terus berunjuk rasa di Kairo meski sehari sebelumnya terjadi peristiwa berdarah. \"Unjuk rasa di Masjid Al Iman untuk memprotes kematian (demonstran),\" ujar kelompok itu dalam sebuah pernyataan. Krisis Mesir yang telah memakan ratusan korban juga menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun angkat bicara. Orang nomor satu di Indonesia tersebut mengecam tindakan anarkistis militer Mesir terhadap rakyat sipil dalam aksi damai itu. \"Militer mesti menghormati demokrasi. Penggunaan kekuatan militer dan senjata terhadap pengunjuk rasa tentu tidak bisa diterima dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia,\" tegasnya dalam konferensi pers di Istana Negara kemarin (15/8). SBY pun membandingkan kondisi Mesir saat ini dengan kondisi Indonesia pada 1998\"1999. Menurut presiden keenam RI itu, kondisi yang dihadapi kedua negara relatif serupa. Karena itu, SBY berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait di Mesir bisa berkaca pada pengalaman Indonesia dalam menyelesaikan krisis saat itu. Dia memaparkan, konflik pada 1998 bisa diakhiri karena golongan militer dan para pemimpin politik serta pemimpin sipil sepakat untuk mendukung reformasi dan demokratisasi di Indonesia. Kolaborasi tersebut akhirnya mampu membawa perubahan dalam kehidupan bernegara di tanah air. \"Barangkali pengalaman di masa-masa Indonesia yang sulit itu boleh juga kalau dijadikan pelajaran bahwa tidak mungkin situasi di Mesir sekarang ini (tidak teratasi) kalau pemimpin dan elite politik dari pihak-pihak yang sedang berhadapan melakukan sesuatu yang berani dalam arti rekonsiliasi mencari solusi, yang saya sebut dengan win-win solution,\" jelasnya. Selain Indonesia, SBY mengajak negara-negara lain untuk ikut memberikan perhatian terhadap tragedi kemanusiaan di Mesir. Dia juga meminta Dewan Keamanan PBB segera bertindak untuk membantu meredakan krisis di sana. \"Saya juga menyeru bahwa negara-negara lain dan terutama PBB untuk memberikan perhatian dan berbuat sesuatu agar tidak terjadi tragedi yang lebih dahsyat dari sekarang. Dewan Keamanan PBB saat ini sudah sepatutnya untuk peduli dan mengambil tindakan yang diperlukan,\" tegasnya. Sementara itu, bagi warga negara Indonesia (WNI) yang tengah berada di Mesir, SBY menyatakan bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan Menlu serta Dubes Indonesia untuk Mesir Nurfaizi Suwandi. Dia meminta para pejabat terkait terus menjaga keamanan WNI di sana. SBY juga meminta para WNI tidak terlibat dalam konflik Mesir. \"Saya pesan, tolong dijaga WNI kita dan menjauhi tempat-tempat yang berbahaya. Dan tidak boleh berpihak mana pun karena ini urusan Mesir,\" imbuhnya. Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty M. Natalegawa juga terus memantau kondisi Mesir yang kian memburuk. \"Indonesia sangat prihatin atas perkembangan terkini di Mesir,\" ujarnya di Jakarta kemarin. Dia menyatakan bahwa Kemenlu terus mengajak masyarakat internasional untuk mendukung upaya rekonsiliasi di Mesir. Selain itu, Indonesia mengajak masyarakat internasional untuk mendesak penghentian kekerasan di Mesir. (ken/wan/c5/kim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: