Soal Impor Beras, Harus Lihat Data BPS

Soal Impor Beras, Harus Lihat Data BPS

JAKARTA- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengungkapkan bahwa sudah hampir tiga tahun Indonesia tidak melakukan impor beras ditampik. Anggota Komisi VI DPR RI Rafli Kande meminta pemerintah untuk melihat kembali data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Politisi PKS asal Aceh ini meminta pemerintah melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai rujukan. Ia justru mempertanyakan data yang digunakan Jokowi. “Jokowi bicara seperti itu pakai data siapa? Jangan sampai antar kementerian dan lembaga saling melempar tanggung jawab terkait data impor ini. Jokowi harus dapat memastikan sinkronisasi data antar kementerian dan lembaga terkait agar kebijakan yang diambil bisa tepat,” papar Rafli.

Ia melanjutkan, jika dilihat data yang dipublikasikan oleh BPS, tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2017 hingga 2019 Indonesia melakukan impor beras sebanyak 305.274,6 ton di tahun 2017. Kemudian 2.253.824,5 ton di tahun 2018, dan 444.508, 7 ton di tahun 2019. Rafli mengatakan jangan-jangan penyataan Jokowi itu untuk meloloskan rencana pemerintah melakukan impor beras tahun ini.

Padahal menurut BPS produksi beras periode Januari-April tahun ini diprediksi akan mencapai 14,54 juta ton. Atau meningkat 26,84 persen dibandingkan produksi beras pada Januari-April 2020. “Tahun ini diperkirakan produksi beras kita lebih dari cukup, mengingat Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton beras per bulan sementara itu proyeksi produksi beras per bulan mencapai rata-rata sebesar 3,63 juta ton,” urai Rafli.

Jika melihat data BPS, sebutnya, produksi beras selama 3 tahun terakhir diperkirakan mencapai 59.200.533,72 ton di tahun 2017, 54.604.033,34 ton di tahun 2018, dan 54.649.202,24 ton di tahun 2019. “Sementara itu perkiraan jumlah konsumsi berdasarkan data BPS sebesar 29.130.000 ton di tahun 2017, 29.570.000 ton di tahun 2018, dan 22.280.000 ton di tahun 2019,” tambah Rafli.

Polemik impor beras ini, lanjutnya, terlihat seperti tidak ada koordinasi antar kementerian atau lembaga terkait kepada presiden. Sehingga ketika Jokowi menyampaikan data dari satu kementerian atau lembaga ternyata berbeda data dengan lainnya. “Seharusnya sebelum bicara apalagi mengambil keputusan terkait impor yang berdampak pada rakyat, Jokowi terlebih dahulu mengumpulkan Kementerian dan Lembaga terkait untuk mengambil keputusan,” tambah Rafli.

Mengingat menurut Permendag No 1 tahun 2018 impor beras, kata Rafli, bukan hanya dapat dilakukan oleh Bulog saja, jangan sampai kebijakan pemerintah yang diambil tanpa adanya koordinasi yang baik malah merugikan rakyat. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: