Kasus Jetty dan Bronjong Dipastikan ke Pengadilan
**Penangguhan Penahanan Disesalkan KEJAKSAN- Penanganan kasus korupsi pembangunan Bronjong Sungai Kriyan tahun 2010 yang menghabiskan uang negara sebesar Rp1,3 miliar justru memunculkan masalah baru. Wali Kota Ano Sutrisno disebut-sebut ikut melayangkan surat penangguhan penahanan untuk para tersangka dari DPUPESDM (dinas pekerjaan umum perumahan energi dan sumber daya mineral) yang ditahan Polres Cirebon Kota (Ciko). Politisi Partai Golkar, H Teguh Prayitno, menilai langkah Ano kurang etis. Sebagai wali kota yang belum lama dilantik, kata Teguh, mestinya Ano konsekuen dengan janji-janji kampanye yang pro perubahan, termasuk memerangi korupsi. “Melayangkan surat penangguhan penahanan, berarti wali kota melindungi koruptor. Ingat ini kasus korupsi yang menjadi sorotan masyarakat. Lha ada tersangka judi kuclak yang hanya seribu rupiah, mengajukan penangguhan penahanan saja polisi tidak mengabulkan. Tapi ini yang jelas-jelas korupsi malah dikabulkan,” tandasnya. Teguh mendesak polisi menuntaskan kasus ini. Dia juga menyoroti tersangka DPUPESDM yang baru menyentuh eselon III. Mestinya, sambung Teguh, kepolisian berani mengungkap hingga ke top pimpinan. Wahyo sebagai kepala dinas diminta bertanggung jawab. “Ya jelas Pak Wahyo juga harus bertanggung jawab. Tidak mungkin yang terlibat hanya anak buahnya saja,” tandas Teguh Prayitno. Sementara Ketua Tim Sukses Ano-Azis, R Panji Amiarsa SH MH mengatakan, dari sisi yuridis jaminan yang menyertai upaya penangguhan penahanan dapat berupa uang atau orang. Kedudukan surat tersebut bersifat jaminan guna melengkapi keyakinan penyidik bahwa seorang tersangka tidak perlu ditahan karena beberapa hal. Antara lain tidak akan melarikan diri, tak menghilangkan barang bukti, tidak mengulangi tindak pidana serta tidak mempersulit proses penyidikan. “Dan itu merupakan hak tersangka mendapatkan fasilitas,” katanya. Apabila tersangka melalaikan persyaratan di atas atau melarikan diri, kata Panji, maka penjamin harus bisa menanggung konsekuensi hukum, turut bertanggung jawab atas apa yang telah diingkari oleh tersangka. Wali Kota Ano Sutrisno menerangkan penangguhan penahanan tersangka Bronjong bukan atas pengajuan dirinya sebagai wali kota, tapi diajukan oleh pengacara tersangka dari PNS DPUPESDM. Dalam hal ini, Ano mengingatkan kepada seluruh PNS di lingkungan Pemkot Cirebon untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas. “Ini menjadi pelajaran pahit bagi seluruh PNS. Ke depan harus hati-hati,” ucapnya, kemarin. PNS, lanjutnya, jangan sampai melaksanakan sesuatu yang bertentangan dengan aturan. Ano mengimbau agar selalu menaati dan mematuhi aturan dalam bekerja. Di samping itu, tetap menjaga kualitas kerja atau proyek. Hal ini diingatkannya untuk PNS maupun rekanan. “Rekanan jangan main-main di zaman saat ini,” ucapnya lagi. Sedangkan loyalis RS (salah satu tersangka dari kelompok kontraktor), Hartoyo, menganggap jaminan penangguhn penahanan yang dilakukan wali kota dan kepala DPUESDM adalah sah secara hukum. Hartoyo pun menyayangkan masyarakat yang seolah-olah sudah menjatuhkan vonis kepada orang yang baru ditetapkan sebagai tersangka. “Masyarakat silakan menghukum jika meraka sudah dinyatakan incraht bersalah. Tapi hak mereka untuk dilindungi dan dijamin oleh hukum. Pencerahan agar masyarakat cerdas dan tidak kembali ke zaman kolonialisme, agar penegak hukum tidak sewenang-wenang menghakimi seseorang yang belum tentu bersalah,” katanya. Kasus ini sendiri menyeret kontraktor berinisial RS, S, dan J. Sementara PNS di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Energi Sumber Daya Mineral (DPUESDM) Kota Cirebon berinisial A, P, H, N, dan Sr. Kasus korupsi ini merugikan keuangan negara Rp260 juta, dan baru menyentuh pejabat eselon III. PASTI KE PENGADILAN Sejauh ini dua kasus korupsi yang kini dalam penanganan aparat penegak hukum. Yang pertama korupsi proyek Jetty yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon, dan korupasi proyek Bronjong yang ditangani Polres Cirebon Kota. Untuk kasus Jetty, sejauh ini penyidik kejaksaan terus melakukan penyidikan. Bahkan kasus tersebut mengalami perkembangan berarti. Ditemukannya fakta baru proyek Jetty di sub kontrakan hingga empat kali, membuka kemungkinan ada tersangka baru. Termasuk bronjong (penahan pengerusan tanah di pinggir sungai), akan lanjut hingga pengadilan. Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Cirebon, Paris Manalu SH, menegaskan, untuk kasus Bronjong, sebagian berkas sudah masuk ke Korps Adhyaksa. Pihaknya memberikan keluasan waktu kepada penyidik kepolisian untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik. “Sebagian berkas sudah masuk. Sebagian belum,” bebernya, Selasa (20/8). Terkait perjalanan kasus Bronjong dan penangguhan penahanan tersangka dari PNS DPUPESDM, Paris memberikan apresiasi terhadap kebijakan langkah penyidik polisi yang mengabulkan penangguhan penahanan itu. Pasalnya, lanjut Paris, tenaga dan pikiran mereka dibutuhkan masyarakat dan pembangunan Kota Cirebon. Paris memberikan pemaparan tentang posisi para tersangka dari PNS DPUPEDM dengan tersangka dari kontraktor dalam kasus Bronjong. “Jika ada dua tersangka. Satu tanda tangan dan tidak menikmati uang, satu tidak tanda tangan tapi menikmati uang, adil enggak kalau posisinya disamakan?\" tanyanya menjelaskan. Karena itu, untuk penangguhan penahanan PNS DPUPESDM diberikan, sedangkan untuk tersangka dari kontraktor, Paris mengharapkan penyidik polisi tidak memberikannya. Saat ini, ujarnya, berdasarkan informasi penyidik polisi, tersangka kontraktor masih ditahan. (abd/ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: