Penyair Myanmar Tewas, Organ Dalam Hilang

Penyair Myanmar Tewas, Organ Dalam Hilang

CHAW Su harus menerima kenyataan pahit. Suaminya, Khet Thi, kembali pulang dalam kondisi tidak tidak bernyawa. Belum cukup kepedihan menghantamnya, satu fakta lain kembali terkuak. Organ dalam penyair Myanmar itu telah hilang.

Chaw Su menjelaskan bahwa dirinya dan Khet Thi sama-sama diinterogasi tentara militer Sabtu (8/5) di Shwebo, Sagaing. Itu adalah salah satu kota yang menjadi pusat perlawanan terhadap kudeta militer. Pasangan suami istri itu ditanyai secara terpisah.

Khet Thi dibawa ke tempat pusat interogasi. Chaw Su dipulangkan, suaminya tidak. Khet Thi memang akhirnya kembali, tapi dalam wujud jenazah.

Minggu pagi (9/5) militer menelepon Chaw Su. Dia diminta menemui Khet Thi di rumah sakit di Monywa. Pikirnya kala itu sang suami mengalami patah tangan atau sejenisnya karena dipukuli saat interogasi. ”Tapi, ketika saya tiba, dia sudah di kamar mayat dan organ dalamnya telah diambil,” ujar Chaw Su seperti dikutip The Guardian.

Otoritas di rumah sakit itu menyatakan bahwa Khet Thi memiliki masalah jantung. Chaw Su tidak membaca sertifikat kematian suaminya. Sebab, dia yakin apa pun yang tertulis di sana tidak benar adanya.

Awalnya junta militer ingin memakamkan Khet Thi, tapi Chaw Su memohon agar dia bisa membawa jenazah sang suami. Chaw Su tidak mengungkap bagaimana dirinya bisa tahu bahwa organ dalam sang suami telah hilang. Juru bicara junta militer maupun rumah sakit sama-sama bungkam terkait kondisi Khet Thi.

”Dia (Khet Thi, red) meninggal di rumah sakit setelah disiksa di pusat interogasi,” bunyi pernyataan Asosiasi Pendampingan Tahanan Politik (AAPP) Myanmar. Versi AAPP, junta militer telah membunuh 780 penduduk dan menangkap 4.899 orang lain selama kudeta.

Saat ini masih ada 3.826 yang ditahan. Ada yang menunggu proses hukum atau yang sudah diputus bersalah menjalani hukuman di penjara. Sebanyak 1.540 lainnya melarikan diri untuk menghindari perintah penangkapan.

Khet Thi adalah penyair ketiga yang dibunuh junta militer. Dia dianggap terlalu vokal menentang kudeta. Awal Maret lalu sahabatnya yang sama-sama penyair, K Za Win, juga ditembak mati saat ikut aksi turun ke jalan di Monywa. Seniman, selebriti, dan berbagai tokoh lainnya getol menyuarakan penolakan pada junta militer karena menggulingkan kekuasaan yang sah.

Puisi yang ditulis dan diunggah Khet Thi di media sosialnya juga menginspirasi berbagai perlawanan terhadap militer. ”Mereka menembak di kepala, tapi mereka tak tahu bahwa revolusi ada di hati,” bunyi sepenggal puisi unggahan Khet Thi di akun Facebook-nya.

Hari ini (11/5) tepat 100 hari kudeta terjadi. Militer masih sama sadisnya seperti semula, tapi perlawanan tetap membara. Bedanya saat ini demonstran menggunakan taktik flashmob. Mereka berkumpul di satu titik, lalu dengan cepat membubarkan diri begitu junta militer terlihat.

”Ini tidak akan mereda. Rezim berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja pada bulan Juni, tetapi ini adalah delusi,” tegas analis politik Khin Zaw Win seperti dikutip Bangkok Post.

Junta militer melakukan berbagai cara untuk menekan perlawanan. Termasuk, melabeli Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) sebagai kelompok teroris. Itu adalah pemerintahan bayangan yang mayoritas terdiri atas anggota parlemen Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

NUG sedang menggodok rencana untuk membuat sistem pendidikan pararel. Jadi, siswa yang tidak mau sekolah di tempat-tempat yang dikontrol oleh junta militer boleh sekolah dari rumah atau home schooling. (jp)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: