Masker Jujur

Masker Jujur

Beberapa hari lalu, begitu panduan CDC keluar, saya langsung dapat email dari panitia penyelenggara. Isinya adalah menyampaikan adanya kelonggaran aturan tersebut. Panitia tidak bisa memaksakan pemakaian masker kepada para peserta, di saat \"berkeliaran bebas\" di kawasan Emporia dan sekitar.

Tapi, panitia tetap akan mewajibkan peserta mengenakan masker saat berada di kawasan resmi panitia lomba. Khususnya yang indoor. Seperti di tempat mengambil race pack atau kantor panitia dan lain-lain. Saat lomba, saat menunggu start dan berkumpul banyak orang, semua diminta mengenakan masker atau buff/bandana. Intinya, peserta (total 3.000-an orang) diminta untuk tetap saling menghargai dan menjaga.

Amerika memang sudah begitu agresif dalam pelaksanaan vaksinasi. Sekarang saja sudah mulai melakukannya pada remaja. Saat tulisan ini dibuat, data menyebut 48 persen warga berusia di atas 18 tahun yang sudah divaksinasi minimal sekali suntikan. Total 37 persen sudah fully vaccinated.

New York lebih tinggi dari angka nasional. Total 52 persen warga New York sudah sedikitnya disuntik sekali (43 persen sudah komplet).T

Tentu lebih banyak warga yang belum. Secara keseluruhan, pandemi masih belum berakhir. Pelonggaran aturan masker ini, sepertinya, juga merupakan bentuk untuk terus mempercepat proses vaksinasi seluruh warga.

Karena ini seperti \"ancaman halus,\" yang bunyinya: Kalau kamu tidak ingin bermasker, maka kamu harus secepatnya menuntaskan vaksinasi!Satu hal yang saya anggap menarik, panduan baru CDC ini seolah menjadi pemersatu lagi warga Amerika. Setelah era Donald Trump dan pemilihan presiden 2020 yang begitu kubu-kubuan, Presiden Biden tampaknya sudah menemukan cara untuk memersatukan lagi warganya. Seolah bilang, \"Ayo lepas masker bersama. Asalkan kita semua divaksin.\"

Kembali soal honor system. Bagi yang familiar dengan kehidupan di Amerika, saling percaya memang menjadi salah satu kekuatan utama masyarakat di sana. Paling tidak, waktu tujuh tahun hidup di sana dulu, itu salah satu poin utama yang saya dapatkan.

Paling gampang adalah nonton bioskop. Saat beli tiket, tidak ada memilih kursi. Tidak ada yang memeriksa di pintu ruang pertunjukan. Begitu masuk, pemilik teater percaya kita akan menonton film yang kita beli tiketnya.

Mempercayai, tentu bukan berarti dihargai. Berkali-kali saya menonton film yang sangat populer, dan orang yang masuk ruang lebih banyak dari kursi yang disediakan. Mungkin banyak yang beli tiket film lain, lalu masuk ke ruang film itu.

Saya, terus terang, pernah juga melakukan itu. Ketika tiket film yang saya mau habis, saya beli tiket film lain. Lalu masuk ke gedung yang berbeda. Kadang, petugas akan berteriak dan meminta pemegang tiket salah untuk keluar. Kadang juga tidak. Kadang tidak ada petugasnya, karena membayar orang di sana mahal.

Ada lagi trik lain. Membeli tiket satu film, lalu stay di kompleks bioskop itu siang sampai malam menonton banyak film. Pindah-pindah dari satu ruang ke yang lain. Toh tidak ada yang memeriksa.

Saya, terus terang, juga pernah melakukan itu. Biasanya bersama teman-teman Indonesia lain. Biasanya saat hari itu memang sedang bengong, mencari kegiatan tanpa mengeluarkan banyak uang.

Nah, kalau bioskop saja seperti itu, bagaimana harus saling percaya soal virus yang berpotensi fatal?Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, sepertinya yang suka menyiasati tiket bioskop itu ya saya dan orang-orang Indonesia lain. Kayaknya teman-teman bule saya tidak ada yang seperti itu. Kalaupun ada, saya tidak kenal mereka.

Waduh, jangan-jangan, yang tidak boleh dipercaya menggunakan \"honor system\" ya orang-orang Indonesia seperti saya! (Azrul Ananda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: