Tantangan Bagi Pengembangan Mobil Listrik di Indonesia

Tantangan Bagi Pengembangan Mobil Listrik di Indonesia

PEMERINTAH terus bergerak untuk mempercepat pengembangan dan menudukung ekosistem mobil listrik di Indonesia. Mulai dari dukungan fiskal, relaksasi pajak, hingga regulasi pun telah disiapkan untuk pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di tanah air.

Namun demikian, hal itu ternyata tak mudah dilakukan. Pemerintah disebut harus menyusun rencana strategis dan terobosan solusi atas masalah yang muncul. Terlebih saat ini Holding industri baterai baru saja terbentuk sehingga memungkinkan pemerintah untuk mengurai masalah-masalah yang muncul sejak awal.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (Kepala BPPT) Hammam Riza dalam acara Energy Corner bertema “Mobil Listrik di Hilir EBT, Senin (24/5).

Menurut Hammam, masalah dari hulu ke hilir harus bisa dituntaskan demi kesuksesan program KBLBB. Dengan begitu cita-cita pelestarian perangkat hingga USD1,8 miliar dan penurunan emisi 11,1 juta ton CO2 di tahun 2030 bisa tercapai.

Hammam menyebutkan ada dua tantangan utama yang harus memecahkan pemerintah melalui industri memegang baterai, Indonesia Battery Corporation (IBC). Pertama adalah masalah program alih teknologi. Menurutnya dalam pengaturan perusahaan terbesar saat ini membutuhkan SDM unggul dan teknologi yang rumit. Sehingga diperlukan peran serta dari ilmuwan maupun teknologi dari negara maju.

Namun dalam perjalanannya, pemerintah harus memiliki pedoman baku bahwa proses transfer teknologi tersebut harus berjalan. Dengan begitu pekerjaan-pekerjaan rumit dan penguasaan teknologi bisa dilakukan oleh pekerja dalam negeri.

“Penguasaan teknologi baterai harus libatkan industri agar bisa memenuhi kebutuhan. Kami juga menggunakan porsi pengembangan itu dapat menilai TKDN lebih tinggi, kita ingin jadi 20 persen dari 15 persen sehingga ada insentif bagi seluruh proses pengembangan, ”ujar Hammam.

Selanjutnya masalah di hilir yaitu keharusan pemerintah dan pemangku kepentingan yang terkait untuk bisa menyediakan pengisian ulang baterai seperti SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) dengan sistem fast charging.

Sementara ini, kata Hammam, pengisian baterai baru bisa dilakukan secara penuh dengan rentang waktu 3-4 jam. Jika tidak ada inovasi dengan menghadirkan sistem pengisian daya yang lebih cepat, hal itu akan berpengaruh pada minat masyarakat pada produk mobil atau motor listrik.

“Di hilir bagaimana pengisian bisa cepat sementara sekarang ini teknologinya baru 3-4 jam. Artinya sistem fast charging belum selesai. Fast charging jadi tantangan yang harus dijawab, ”kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto mengatakan bahwa tantangan lain yang juga harus memecahkan oleh produsen kendaraan listrik adalah harga jual kendaraan listrik. Menurutnya, harga kendaraan listrik harus kompetitif, termasuk juga suku cadang khusus baterai, harus dipastikan dengan harga yang terjangkau.

“Infrastruktur seperti SPKLU harus diperbanyak, sekarang kan sudah banyak SPBU, nah itu tinggal ditambah SPKLU saja. Lalu jaringan bengkel juga harus banyak, ”tegas Djoko. (fin )

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: