Alih Fungsi Lahan Hijau di Kabupaten Bandung Marak
BANDUNG-Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana mengatakan alih fungsi lahan banyak terjadi di daerah perbukitan yang notabene merupakan zona hijau di Kabupaten Bandung.
Padahal, kata Toni, kawasan semacam itu harus diarahkan dan dilindungi dari adanya proses pembangunan gedung atau perumahan. Hal tersebut, katanya, dipicu tinggi laju pertumbuhan penduduk, sehingga, kebutuhan akan tempat tinggal pun semakin banyak.
“Hal itu berdampak pada maraknya alih fungsi lahan di masyarakat. Seharusnya kawasan semacam itu diarahkan sebagai daerah pertanian atau perkebunan,” kata Toni di Baleendah, Selasa (13/7).
Toni menyebut salah satu contoh wilayah yang terjadi banyak alih fungsi adalah wilayah Kecamatan Arjasari, di mana banyak perumahan didirikan di sana, padahal apabila dikroscek melalui tata ruang, bisa dipastikan wilayah Arjasari itu tidak untuk perumahan.
“Artinya harus ada penegasan dari pemerintah daerah untuk tidak memberikan izin kepada siapa pun untuk membangun perumahan di sana,” kata Toni.
Menurutnya, sudah sangat jelas dalam aturan bahwa kawasan hijau itu harus dilindungi dari upaya-upaya perusakan lingkungan ataupun alih fungsi lahan. Karena di kawasan tersebut (perbukitan) dibangun perumahan, maka rusaklah kondisi lingkunganmya.
“Akibatnya jelas akan muncul potensi longsor atau banjir dan bencana-bencana alam lainnya ketika kawasan perbukitan diarahkan menjadi perumahan,” ujar politisi Partai Nasdem itu.
Lagi pula, lanjut Toni, di wilayah Arjasari itu banyak lahan hijau yang statusnya Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh perusahan kecil atau perorangan yang berbentuk perusahaan namun dengan luas lahan yang tidak begitu besar.
Sehingga, ungkap Toni, seharusnya Badan Pertanahan Negara (BPN) memberikan informasi atau menjaga jangan sampai dengan mudahnya terjadi jual beli tanah HGU.
“HGU itu suratnya hak pakai, tanahnya punya negara, makanya harus kita telusuri bagaimana cara para investor itu bisa mendapatkan tanah di sana. Karena sebetulnya enggak mudah mengalihkan dari pemilik HGU sebelumnya ke pemilik HGU selanjutnya, banyak syarat yang harus ditempuh, makanya ini patut dipertanyakan,” tegas Toni.
Lebih lanjut lagi, Toni menjelaskan bahwa status kepemilikan lahan merupakan bagian dari persyaratan perizinan. Maka harus ditinjau pula, sejauh mana persyaratan perizinan menyangkut kepemilikan lahan.
“Itu juga harus jadi perhatian, kan nggak mudah pengurusan kepemilikannya, jangan-jangan belum selesai peralihan haknya. Sehingga, kita meminta pihak-pihak terkait untuk lebih teliti dan transparan dalam proses perizinan sehingga bisa meminimalisir terjadinya alih fungsi lahan,” tegasnya.
Dijelaskan Toni, batas waktu HGU sendiri adalah selama 25 tahun, maka selama dalam waktu tersebut tidak boleh terjadi alih fungsi lahan, artinya kalau belum selesai dengan jelas kepemilikan lahannya, maka tidak boleh dikeluarkan izin oleh pemerintah daerah.
“Yang paling berwenang untuk memberi informasi terkait sejauh mana peralihan hak dari pemegang HGU pertama ke pemegang berikutnya adalah BPN. Namun kewenangannya memang terbagi antara BPN Pusat, Provinsi, dan Kabupaten, tergantung dari luas tanah yang dikelola si pemegang HGU,” pungkasnya. (yul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: