Corona Ganas, Ibu Kota Babak Belur

Corona Ganas, Ibu Kota Babak Belur

JAKARTA- Kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia kian mengganas. Terutama di Jakarta. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut kondisi corona membuat ibu kota babak belur. Karena itu vaksinasi lebih dimasifkan.

Ada dua provinsi tertinggi kasus corona yang kini sudah menggencarkan vaksinasi. Yaitu Bali dan DKI Jakarta. Khusus DKI Jakarta, vaksinasi akan terus digenjot. “DKI Jakarta sekarang sangat babak belur. Kita lagi agresif sekali melakukan vaksinasi. Tujuannya untuk bisa mengurangi beban pasien yang masuk ke rumah sakit. Sekarang sudah lebih dari 60 persen yang divaksinasi,\" ujar Budi Gunadi dalam rapat Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara virtual, Selasa (13/7).

Sedangkan untuk Bali, sudah hampir 80 persen masyarakatnya memperoleh suntikan pertama. Untuk suntikan kedua baru berjalan 30 persen. Karena Bali mayoritas menggunakan vaksin AstraZeneca, maka butuh waktu tiga bulan untuk dosis kedua.

Budi juga menyebut vaksinasi mengalami penurunan pada Sabtu dan Minggu. Untuk itu, Kemenkes menggandeng TNI dan Polri. \"Untuk Sabtu-Minggu itu biasanya selalu turun. Yang sekarang saya tekan terus. Agar bisa lebih cepat dibantu TNI-Polri. Memang kembali lagi pada ketersediaan vaksin. Angkanya sudah 52 juta. Suntikan pertama 37 juta. Itu sekitar 20 persen dari target populasi 181,5 juta,\" pungkas Budi.

Terpisah, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mattalitti menilai jika usulan Gedung DPR/MPR menjadi rumah sakit darurat harus dikaji terlebih dahulu. Sebab, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan bila kompleks parlemen digunakan untuk merawat pasien.

Diketahui usul agar kompleks parlemen yang menjadi kantor bagi DPR, MPR, dan DPD RI, dijadikan sebagai RS Darurat disampaikan Fraksi Demokrat. Ide tersebut dilontarkan menyusul banyaknya rumah sakit yang penuh lantaran melonjaknya kasus Covid-19.

“Untuk menjadikan kompleks parlemen sebagai rumah sakit darurat tempat perawatan pasien Covid-19 harus dikaji secara mendalam. Kita harus ukur unsur efektivitas dan efisiensinya,” tutur LaNyalla, Selasa (13/7).

Senator asal Jawa Timur itu mengakui banyaknya rumah sakit yang penuh dampak tingginya kasus Covid. Namun LaNyalla mengingatkan, ada banyak pertimbangan untuk memilih suatu lokasi menjadi rumah sakit darurat. “Bagaimana dari segi perawatan dan sanitasinya, serta banyak hal lainnya. Kita harus memperhitungkan juga pengelolaan limbah medis agar tidak menimbulkan masalah baru,” jelasnya.

Menurut LaNyalla, apabila infrastruktur di kompleks parlemen tidak memadai dijadikan sebagai rumah sakit darurat, pemerintah justru akan mengeluarkan dana yang besar jika harus mempersiapkan segala kebutuhan yang ada. Tentunya dari segi anggaran, hal ini justru tidak akan berjalan efisien.

“Apalagi kompleks parlemen merupakan objek vital negara yang pengamanannya pun dilakukan secara khusus. Akan memerlukan persiapan yang ekstra, baik dari segi keamanan dan kenyamanan, bila kemudian disulap menjadi rumah sakit darurat,” kata LaNyalla kepada media.

Meski begitu, LaNyalla menilai usul Fraksi Demokrat bukannya tidak mungkin dilakukan. Hanya saja, pertimbangan dan persiapan harus betul-betul dilakukan secara matang.

Menanggapi usulan tersebut, Setjen DPR RI telah melakukan simulasi. Hasilnya, ditemukan sejumlah kendala yang membuat sulit apabila kompleks DPR dijadikan lokasi RS Darurat pasien Corona.

Beberapa kendala seperti bed pasien yang tidak dapat dimasukkan ke lift. Kemudian ruang paripurna yang diusulkan menjadi bangsal, struktur lantainya menurun atau tidak rata sehingga tidak memungkinkan untuk ditaruh tempat tidur pasien.

Gedung-gedung di kompleks parlemen yang usianya sudah tua juga dianggap tidak ideal untuk menjadi lokasi perawatan. Bila membongkar ruang para wakil rakyat agar bisa dijadikan kamar pasien, pastinya akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: