Pro-Kontra Pasal Pidana bagi Pelanggar PPKM Darurat di Jakarta

Pro-Kontra Pasal Pidana bagi Pelanggar PPKM Darurat di Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memasukan pasal pidana dalam draf revisi Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No 2/2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Tujuannya agar memberi efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan (prokes). Tapi praktisi hukum punya pendapat berbeda.

====================

WAKIL Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan rencana revisi Perda No 2/2020 tentang Penanggulangan Covid-19 karena sanksinya belum memberikan efek jera para pelanggarnya. “Revisi ini dilatarbelakangi karena sanksi (Perda) yang ada sekarang dianggap masih kurang efektif sehingga perlu ada sanksi pidana,\" kata Riza, Jumat (16/7).

Dikatakan, pihaknya akan memasukkan sanksi pidana yang lebih berat dari aturan sebelumnya. Namun dia tidak menjelaskan sanksi yang dimaksud. “Masih ada saja yang coba-coba mengakali, menyiasati dari sanksi yang ada, makanya kami akan menyusun sanksi yang lebih berat, yaitu sanksi pidana yang akan kita masukkan dalam perda,\" ujarnya.

Pemprov DKI Jakarta akan merevisi Perda DKI Jakarta No 2/2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Revisi ini sedang dalam pembahasan bersama legislatif. “Kami Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI sedang mempersiapkan, merumuskan revisi Perda Pengendalian Covid,\" katanya.

Salah satu poin revisi adalah menambahkan pasal hukuman pidana, khususnya terhadap pelanggar ketentuan aturan PPKM. Riza juga menegaskan, Pemprov DKI Jakarta tidak segan untuk menindak tegas para pelanggar aturan pengendalian Covid-19 yang saat ini berlaku seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“Bagi siapa saja yang melanggar, kami tidak segan-segan menindak mulai dari teguran tertulis, sampai dengan pencabutan izin. Bahkan kami pidanakan,\" ujarnya. Untuk terhindar dari sanksi dan terhindar dari keterpaparan Covid-19, tidak ada cara lain selain mematuhi prokes dan aturan yang ada.

“Laksanakan protokol kesehatan secara disiplin dan bertanggung jawab, jadi tetap menggunakan masker, dan jangan kerumunan, kurangi mobilitas, dan yang terakhir kita masih dalam masa PPKM darurat, mari kita laksanakan secara disiplin, baik, bertanggung jawab,\" ujarnya.

Terpisah, praktisi hukum yang juga Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Garnasih mengatakan memasukan pasal pidana dalam revisi Perda No 2/2020 tentang Pengendalian Covid-19 justru akan memperpanjang proses hukum yang dijalani pelanggar.

Sanksi bagi pelanggar aturan untuk setingkat peraturan daerah (perda) cukup sampai pada denda administratif. “Kita memikirkan tidak perlu ada proses hukum yang panjang, karena posisinya seperti ini. Semua para perangkat pengadilan juga butuh keselamatan dari Covid,\" katanya, Jumat (16/7).

Dijelaskannya, Pemprov DKI Jakarta dan DPRD perlu mempertimbangkan perlu-tidaknya pasal pidana dalam Perda. Sebab dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan sosial baru. “Selain itu, pelaksanaan sanksi pidana juga ditakutkan diskriminatif atau terjadi perbedaan sikap terhadap pelanggar aturan,\" ujar Yenti Garnasih.

Menurutnya, para pelanggar aturan pengendalian Covid-19, termasuk pada pelaksanaan PPKM Darurat, seharusnya dapat dipertimbangkan. Sebab mungkin saja mereka memiliki kebutuhan mendesak. Menurutnya, saat Indonesia tengah menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan jumlah tenaga kesehatan berkurang, ketersediaan obat-obatan serta oksigen juga terbatas, seharusnya gerakan sosial yang digelorakan secara masif, daripada pemberian hukuman.

“Apakah dengan pidana bisa mengubah segalanya, jangan-jangan permasalahannya bukan karena mereka tidak taat. Banyak hal, misalnya, dia terpaksa harus keluar karena kehabisan obat-obatan, tidak ada yang menolong,” katanya.

Yenti menambahkan, pengenaan pasal pidana cukup diatur dalam undang-jndang, seperti UU No 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular serta UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. (gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: