Inggris Cabut Lockdown

Inggris Cabut Lockdown

INGGRIS - ”Ini seperti lembaran baru.” Pernyataan itu dilontarkan Nicola Webster Calliste, salah satu penduduk Leeds, Inggris. Senin (19/7) pemerintah Inggris mencabut lockdown nasional di negara tersebut. Tak cuma dicabut, tapi seluruh aturan yang menyertainya juga ditiadakan. Tidak ada lagi jaga jarak, pakai masker, dan larangan berkerumun. Penduduk Inggris menyebutnya sebagai Freedom Day alias Hari Kebebasan.

Penduduk bisa beraktivitas seperti sediakala ketika tidak ada pandemi. Restoran, kelab malam, dan semua tempat umum dibuka seperti biasa. Tidak ada batasan dalam penerimaan pengunjung. Pencabutan lockdown itu dilakukan ketika angka penularan di Inggris masih meningkat tajam.

Penularan harian di Inggris saat ini mencapai lebih dari 50 ribu kasus. Varian Delta dari India menjadi penyebab lonjakan kasus. Banyak pakar kesehatan yang berpendapat bahwa langkah yang diambil pemerintah Inggris bakal berdampak fatal. Gelombang masif penularan baru bakal terjadi. Peringatan itu dilontarkan jauh hari sebelumnya, tapi Perdana Menteri (PM) Boris Johnson kukuh dengan keputusannya.

”Ini adalah saat yang tepat, tetapi kita harus melakukannya dengan hati-hati. Kita harus ingat bahwa virus ini masih ada di luar sana,” tegas Johnson.

Profesor Neil Ferguson yang memantau strategi lockdown di Inggris khawatir angka penularan harian nanti bisa mencapai 100 ribu kasus atau bahkan dua kali lipatnya. Dari jumlah itu, yang dirawat di rumah sakit bisa mencapai 2 ribu orang per hari. Itu akan membuat sistem kesehatan di Inggris kewalahan. Hal senada dilontarkan pakar kesehatan masyarakat di University of Bristol Gabriel Scally.

”Ini adalah kekosongan moral dan kebodohan epidemiologis,” ujarnya seperti dikutip The Guardian.

Inggris merupakan salah satu negara dengan angka vaksinasi tertinggi di dunia. Menjelang pencabutan lockdown, mereka juga menawarkan vaksinasi gratis untuk semua penduduk usia dewasa. Namun, para pakar menilai vaksin saja tidak cukup. Sebab, itu hanya menghindari keparahan jika tertular. Hal tersebut tetap akan menjadi beban bagi RS.

Berbeda dengan Inggris, Australia justru sangat berhati-hati. Mereka kembali memperpanjang lockdown di Victoria demi memperlambat penularan virus varian Delta. Seharusnya lockdown di wilayah tersebut dicabut pada Selasa (20/7). Perdana Menteri Victoria Daniel Andrews tidak mengungkapkan dengan pasti kapan lockdwon di wilayahnya akan dihapuskan.

”Kami tidak bisa memberi tahu Anda hari ini (kemarin, red),” ujar Andrew. Dia belum memutuskan berapa lama masa perpanjangan lockdown itu. Beberapa pertimbangan masih dibicarakan.

Ada 16 kasus penularan baru di Victoria. Jumlah itu memang relatif kecil, tapi pemerintah berusaha menghindari kasus tersebut menyebar luas. Sebab, mayoritas penduduk Australia belum divaksin.

Sementara itu, kasus penularan Covid-19 di kapal perang Munmu the Great, jenis destroyer milik Korea Selatan, melonjak. Awalnya diperkirakan hanya 70 di antara 301 awak yang terpapar. Namun, setelah dilakukan tracing ulang, jumlahnya mencapai 247 kasus. Itu setara lebih dari 80 persen awak.

Kapal tersebut ditugaskan di Teluk Aden alias Teluk Berbera sejak Februari lalu untuk patroli anti perompakan. Kasus pertama di kapal itu dilaporkan pada 15 Juli lalu. Infeksi di kapal tersebut menambah panjang daftar kasus penularan di Korsel. Di dalam negeri pada Minggu (18/7), ada 1.252 kasus baru.

Saat ini total ada 179.203 kasus dan 2.058 kematian akibat Covid-19 di Korsel. Baru 31,4 persen dari 52 juta populasi penduduknya yang sudah menerima vaksin setidaknya satu dosis. Mereka yang sudah divaksin lengkap baru 12,7 persen.

Yonhap melaporkan bahwa meski positif, tidak ada personel militer itu yang sakit parah. Mereka segera dipulangkan ke Korsel untuk mendapatkan penanganan memadai. Vaksinasi di laut tidak akan dilakukan dengan pertimbangan jika terjadi alergi, penanganannya bakal terbatas. (sha/c7/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: