Polisi Terus Dalami Dugaan Kartel Kremasi, Sudah Tujuh Orang Diperiksa sebagai Saksi
Aparat kepolisian terus mendalami dan mengusut dugaan kartel kremasi yang sempat viral belakangan ini. Sebanyak tujuh orang telah diperiksa terkait kasus tersebut.
===================
“SAMPAI saat ini, kami telah memanggil tujuh orang saksi terkait kasus dugaan praktik kartel kremasi yang sempat viral di media sosial. Semuanya dimintai keterangan terkait dengan dugaan praktik kremasi,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Ady Wibowo, Minggu (25/7).
Ditambahkan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono, salah satu saksi yang diperiksa adalah pihak dari krematorium yang berada di Karawang, Jawa Barat. “Ketujuh orang saksi tersebut kami mintai keterangan yang terdiri dari dua orang pengelola Yayasan Mulia di Jakarta Barat, satu orang pengelola Krematorium Mulia di Karawang, satu orang pembuat narasi viral, serta tiga orang saksi terkait lainnya,” terangnya.
Dikatakannya dari hasil pemeriksaan sementara pihaknya belum menemukan dugaan praktik kremasi, tapi dugaan praktik pencaloan. “Namun, masing-masing dari mereka ini berdiri sendiri atau beraksi perorangan. Tidak terorganisir seperti kartel. Mereka modusnya dengan menaikan harga dan motifnya memperoleh keuntungan yang besar,” lanjutnya.
Ditegaskan, pihaknya masih menyelidiki lebih lanjut dugaan kasus kartel kremasi tersebut. Termasuk dengan menunggu adanya laporan dari korban. “Kami masih menunggu laporan dari masyarakat yang menjadi korban dan masih terus melakukan upaya penyelidikan terkait dugaan praktik kremasi tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto memastikan akan mengusut kasus dugaan kartel kremasi jenazah dengan harga Rp80 juta. Untuk itu diharapkan, masyarakat yang menjadi korban kartel kremasi jenazah segera melaporkan ke polisi. “Sedang kita lidik, kalau memang ada korbannya, monggo silakan (melaporkan),” ujar Agus.
Sayangnya, Agus belum membeberkan terkait temuan-temuan hasil penyelidikan kasus ini. Namun demikian, pihaknya pasti bakal mendalami segala pelanggaran hukum terkait dengan penanganan Covid-19 di Indonesia.
Karena itu bagi masyarakat yang merasa menjadi korban kartel kremasi jenazah untuk melaporkan diri ke pihak berwajib. “Mari kita bergandengan tangan untuk membantu meringankan beban dari masyarakat dari tindakan oknum yang mencari keuntungan di tengah pandemi Covid-19,\" katanya.
Diketahui isu kartel kremasi tengah menjadi masyarakat di jagat media sosial. Bahkan seorang pengacara, Hotman Paris melalui akun Instagramnya mengungkap korban dipatok tarif senilai Rp80 juta untuk biaya kremasi, yang mana sebelum pandemi Covid-19 hanya sekitar Rp7 juta saja.
“Ada warga yang mengadu, untuk biaya peti jenazah itu Rp25 juta, transportasi Rp7,5 juta, biaya kremasi Rp45 juta, dan lain-lain itu Rp2,5 juta. Maka jika ditotal, korban ini harus bayar Rp80 juta hanya untuk kremasi,\" ujar Hotman Paris dalam akun @hotmanparisofficial, Selasa (20/7).
Sementara itu, Pembina Yayasan Daya Besar Krematorium Cilincing, Jakarta Utara, Jusuf Hamka menegaskan biaya kremasi jenazah Covid-19 hanya Rp7 juta.
“Bila ada yang tidak mampu, warga bisa memperoleh pelayanan kremasi gratis. Syaratnya memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Provinsi DKI Jakarta dan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau membawa surat dari Kelenteng Kim Tek Ie/Vihara Dharma Bhakti di Petak Sembilan,\" kata Jusuf Hamka.
Dia menambahkan, biaya Rp7 juta itu adalah paket kremasi saat ada Covid-19. Sebelum ada Covid-19, sebenarnya tarifnya bisa lebih murah. Sebab, lanjutnya, pekerja Krematorium Cilincing tidak perlu melakukan pengurusan jenazah pada malam hari. Tapi hanya saat siang hari saja. “Karena ada Covid-19, pekerja kami mengerjakannya malam. Dipisah antara jenazah Covid-19 dan non Covid-19. Jadi dobel kerjanya pagi dan malam,\" imbuh Jusuf.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: