Evaluasi Penanganan Kasus Pinangki
JAKARTA- Kejaksaan Agung telah memecat Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai pegawai negeri sipil (PNS) Kejaksaan dengan tidak hormat. Namun, pemecatan dinilai terlambat.
Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan mengatakan pemecatan terhadap Jaksa Pinangki sangat terlambat. Demikian juga dengan rendahnya vonis hukuman terhadap dirinya. Ini masih menunjukkan rendahnya rasa keadilan.
“Peristiwa ini wajib dievaluasi, bagaimanapun Kejaksaan RI adalah Lembaga Penegak Hukum sehingga mau tidak mau menjadi salah satu wajah penegakan hukum di tanah air,\" ujar Hinca dalam keterangan resminya dikutip laman resmi DPR, Minggu (8/8).
Dia mengungkapkan, karena pemecatannya baru dilakukan sekarang kesan di publik tidak baik. Mayoritas publik beranggapan bahwa Pinangki baru dipecat setelah desakan publik deras mengalir. Yang terakhir, desakan pemecatan disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang mengungkap ke publik fakta bahwa Pinangki masih menerima gaji dan masih berstatus ASN.
Hinca pun menyarankan perbaikan di tubuh Kejaksaan RI, agar lebih profesional dalam menyelesaikan suatu perkara. Saat ada oknum dari Kejaksaan RI yang terbukti bersalah secara hukum, sudah menjadi kewajiban Kejaksaan RI untuk bertindak tegas.
“Jangan sampai ada anggapan dari masyarakat bahwa ada pihak yang diistimewakan hanya karena pangkat dan kedudukannya. Ingat prinsip Equality before the law adalah kunci negara hukum berkeadilan,\" ujar Politisi dari Fraksi Demokrat ini.
Seperti diketahui, Pinangki divonis Pengadilan Tinggi Jakarta pada 14 Juni 2021. Sementara baru resmi di pecat, per 5 Agustus 2021. Argumentasi dari Kejaksaan RI menyatakan bahwa proses pemecatan menunggu status inkracht setelah Jaksa dan Pinangki dipastikan tidak melakukan Kasasi.
Padahal jangka waktu untuk mengajukan kasasi hanya sebatas 14 Hari. Maka secara normatif, seyogyanya Keputusan Pemecatan dengan tidak hormat tersebut sudah bisa dikeluarkan bulan Juli 2021. (gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: