Kasus Vaksin Kosong Terkait Beban Kerja Nakes

Kasus Vaksin Kosong Terkait Beban Kerja Nakes

SEORANG tenaga kesehatan (perawat) diduga menyuntikkan vaksin Covid-19 kosong kepada salah seorang warga di Pluit, Jakarta Utara. Akibatnya, perawat itu punberurusan dengan polisi. Mengapa bisa sampai begitu? Salah satunya adalah beban kerja tenaga kesehatan (nakes) yang terlalu berat.

“Ini bukan persoalan sekedar isu vaskinnya kosong atau tidak. Namun, ada beban kerja. Ada beban psikologi, ada traumatik, prosedur, tata laksana yang harus lebih baik,” ujar Dewan Pakar IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) Hermawan Saputra di Jakarta, Kamis (12/8).

Menurutnya, yang perlu ditelusuri adalah meninjau kembali beban kerja para tenaga kesehatan. Apakah sudah sejalan dan proporsional untuk melayani penduduk divaksin dengan cakupan luas. Satu orang dibenani menyuntikkan vaksin ratusan kali dalam satu waktu. “Karena coverage begitu luas, tekanan terhadap health workforce ini luar biasa. Apa yang terjadi? Kualitas dan keamanan ini menjadi terganggu,” jelasnya.

Apabila ingin memperluas cakupan vaksinasi dan memudahkan akses kepada masyarakat, maka harus disesuaikan beban tenaga kesehatan yang dapat dilaksanakan. Untuk menjamin efektivitas vaksinasi, perlu didukung ketersediaan vaksin yang tak hanya dijamin oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Namun juga keterlibatan TNI, Polri, dan organisasi kemasyarakatan. “Kalau tidak dikawal, jaminan kualitas, mutu berkaitan dengan ketersediaan bisa menjadi ancaman. Inilah tantangan vaksinasi,” imbuhnya.

Seperti diketahui, seorang perawat berinisial EO ditetapkan sebagai tersangka setelah menyuntikkan vaksin kosong di Pluit, Jakarta Utara. Di kantor polisi, EO mengaku saat kejadian sudah menyuntikkan vaksin kepada 559 orang. Dia pun meminta maaf. Persoalan tersebut dihentikan polisi. Karena pihak terlapor mencabut laporannya. (rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: