26 Tahun Mengabdi Jadi Honorer, Tak Kunjung Diangkat PNS

26 Tahun Mengabdi Jadi Honorer, Tak Kunjung Diangkat PNS

KUNINGAN- KISAH memilukan dialami seorang warga Desa Cipakem, Kecamatan Maleber, Rosdiana (59). Pada usianya yang mendekati masa pensiun, guru MI Guppi Karang Baru Cipedes, Kecamatan Ciniru, itu merasa tidak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Ini terungkap ketika dirinya menyambangi gedung DPRD Kuningan, kemarin (11/9). Dengan mengenakan seragam pegawai, ia menuturkan kisahnya itu kepada salah seorang wakil rakyat asal F-Golkar, Oyo Sukarya SE MMPub. “Sejak lulus madrasah aliyah (MA) tahun 1984 saya mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di MI Guppi Karang Baru Cipedes. Untuk menuju sekolah tersebut saya harus berjalan kaki naik turun sepanjang 2 KM,” tutur ayah beranak dua itu yang mengaku tidak mampu membeli sepeda motor. Selama 26 tahun tersebut dirinya mencoba mengikuti testing PNS sebanyak dua kali. Namun upayanya selalu gagal. Lamanya masa bakti tampaknya tidak berpengaruh pada cepat atau lambatnya pengangkatan. Bahkan Rosdiana menyebutkan, terdapat ratusan guru honorer lain yang bermasa kerja lama namun belum terangkat. “Malah saya kesusul sama murid-murid saya yang kini sudah jadi guru juga di sekolah yang sama. Salah satunya Athaulah Ahmad ini,” ujar Nana—sapaan akrabnya—seraya tanggannya memegang bahu Athaulah Ahmad yang tengah duduk di sampingnya. Sambil menyodorkan lembaran NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), Nana mengaku telah memilikinya. Harapan pria yang mencoba nyambi mencari rumput makanan domba itu, segera dapat menikmati penghasilan besar dengan menjadi pegawai negeri. Sebab selama ini ia hanya bisa memperoleh gaji Rp750 ribu/3 bulan dengan tambahan dari dana BOS Rp300 ribu/3 bulan. Meski status yang disandangnya sebagai tenaga guru Kemenag, Nana mengaku, sempat meminta pertolongan kepada bupati beberapa tahun lalu. Bahkan keluhannya itu disampaikan sebanyak 2 kali. Tapi tetap statusnya tidak berubah lantaran merupakan kewenangan Kemenag. Dengan iktikad ibadah, Nana terus menjalani profesinya sebagai tenaga pengajar. Sebab antara dirinya dengan murid seolah tidak ada jarak. Bahkan ia menganggap para muridnya itu sebagai anak sendiri. Sang Umar Bakri ini betul-betul menjiwai profesinya sebagai tenaga pendidik. “Saya memang sejak kecil bercita-cita ingin menjadi guru, makanya sulit ditinggalkan. Padahal orang lain banyak yang menyuruh saya untuk menjalani profesi lain, namun tidak saya hiraukan,” kata Nana. Menanggapi keluhan Nana, Oyo Sukarya selaku anggota dewan merasa prihatin. Dengan adanya fenomena seperti itu maka ia berkesimpulan ada yang salah dengan sistem kepegawaian di lingkungan Kemenag. Oyo berharap, semoga ada solusi yang bisa memanusiakan manusia. “Kasihan Pak Nana, untuk menggapai harapannya menjadi PNS sampai ditelan usia. Nasib yang dialami beliau, mungkin dialami pula oleh para guru honorer lain yang diperkirakan ratusan orang,” ungkapnya. (ded)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: