DPD Ancam Perkarakan DPR
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah tidak mau berpasrah diri dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi yang tak kunjung mendapat respons nyata dari DPR. DPD mengancam akan memerkarakan DPR jika putusan tentang penguatan kewenangan lembaganya tersebut tidak segera ditindaklanjuti. “Kami akan jadikan sebagai sengketa antarlembaga negara. Paling lambat Desember 2013,” ujar Ketua DPD Irman Gusman dalam acara diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (2/10). Irman mengingatkan, setelah keluarnya putusan MK, sebetulnya semua produk undang-undang yang dibuat DPR bersama presiden RI berkaitan dengan daerah cacat secara konstitusi. Putusan MK menyatakan, kedudukan DPD sejajar dengan DPR dan presiden dalam pembuatan UU. “Setelah putusan MK, kalau masih ada DPR bersama presiden membuat undang-undang, itu cacat secara konstitusi dan yang rugi adalah masyarakat dan daerah,” ujar dia. Saat ini, lanjut dia, pihaknya menginventarisasi berbagai produk DPR terakhir yang tetap diputuskan tanpa melibatkan DPD. Sesuai dengan putusan MK yang keluar pada pertengahan Maret 2013 itu, DPD diberi hak untuk memberikan pertimbangan dan membahas UU terkait dengan otonomi daerah. Irman mengungkapkan, sikap tersebut terpaksa diambil karena pihaknya terus mendapat berbagai pertanyaan dari sejumlah pihak tentang alasan belum diresponsnya putusan MK hingga kini. Sebagai pimpinan DPD, menurut senator asal Sumatera Barat itu pihaknya sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. “Intinya menanyakan, bahwa kalau tidak ada apa-apanya mengapa DPR hingga sekarang ngotot tidak mau melaksanakan putusan MK itu,” bebernya. Di tempat yang sama, pengamat hukum tata negara dari UI Margarito Kamis mendorong DPD untuk lebih berani “melawan” DPR. Misalnya, tidak ikut membahas, tidak memberikan pertimbangan, atau sekali-sekali menolak hasil pembahasan DPR. Misalnya, pembahasan terkait dengan APBN. Menurut dia, jika mengacu kepada putusan MK, produk perundang-undangan oleh DPR dengan sendirinya menjadi cacat prosedural sekaligus tidak sah. “DPD harus berani melawan DPR. Jangan menjadi anak mama atau anak manis seperti selama ini,” tegas Margarito. Jika tidak demikian, lanjut dia, putusan MK yang sudah dikeluarkan tetap tidak akan memberikan dampak apa pun terhadap keadilan politik kekuasaan. “DPR dan presiden sebenarnya senang dengan eksistensi DPD yang (lemah) seperti sekarang ini,” tudingnya. Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menambahkan, DPD tidak boleh berdiam diri dengan kondisi yang ada seperti sekarang ini. Sebab, dari sisi anggaran, uang negara yang dikeluarkan untuk DPD juga bertambah dari tahun ke tahun. Dia membeberkan, pada 2009, anggaran untuk DPD adalah Rp468 miliar. Jumlah tersebut kemudian naik pada 2010 menjadi Rp639 miliar. Selanjutnya, anggaran pada 2011 dan 2012 kembali naik menjadi Rp644 miliar dan Rp754 miliar. “Peningkatan anggaran itu tidak sebanding dengan eksistensi sebagai perwakilan daerah,” nilainya. (dyn/fat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: