PPK Bantah Manipulasi Suara

PPK Bantah Manipulasi Suara

CIREBON - Tuntutan agar perhitungan ulang surat suara dilakukan di 19 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dinilai janggal, ditolak oleh sejumlah PPK. Anggota PPK Gebang, Arief Bachtiar menyatakan keberatan jika harus dihitung ulang, karena tidak ada upaya apa pun untuk melakukan manipulasi hasil perhitungan suara di tingkat kecamatan. “Kalau mau silakan saksi dikumpulkan, kemudian disamakan hasil perolehan suaranya,” tegasnya saat diwawancarai Radar, kemarin. Menurutnya, model DA yang dimasukkan ke dalam kotak suara masih dalam keadaan utuh, kerena di Kecamatan Gebang tidak ada pengondisian apa pun untuk mengubah hasil perhitungan suara. “Hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, karena saya yang menghitung dan mengoreksi ulang. Hasilnya tidak berubah,” jelasnya. Kemudian, saksi dari kelima pasangan calon tanpa saksi dari pasangan nomor 1, sudah menyetujui hasil penghitungan di tingkat kecamatan. Adapun para saksi di tingkat kabupaten mempermasalahkan penyampaian rekapitulasi PPK Gebang, pihaknya menganggap wajar. Sebab, pada saat pengepakan model DA untuk dimasukkan ke kotak suara, pihaknya tidak menemukan amplop model DA, sehingga berinisiatif mencetak sendiri cover amplop berkop model DA. Salahnya, hanya membubuhkan satu segel, tidak dua atau empat. Kebetulan, pada saat ingin menyampaikan hasilnya, segel terlepas. “Hanya sebatas kesalahan kami. Tapi kalau hasil tidak ada perubahan apa pun. Silakan bisa dicek,” tandasnya. Senada, Ketua PPK Astanajapura Iman Setiawan membantah adanya “pengondisian” surat suara. Itu dibuktikan dengan adanya segel resmi dari KPU. Terkait adanya keberatan dari tim sukses nomor urut tiga, Luthfi-Arimbi, tambahnya, hanya sebatas cover depan amplop pembungkus model DA yang tidak memiliki maskot KPU Kabupaten Cirebon. Namun, untuk tingkat keamanan sudah memenuhi standar. “Kami memanfaatkan amplop yang ada. Pikir kami, dari pada tidak bungkus amplop dan tidak disegel, akan menimbulkan persoalan,” katanya. Dijelaskan, untuk keberadaan amplop resmi dari KPU untuk membungkus model DA, pihaknya tidak tahu apakah ada atau tidak. Sebab, ketika dicari memang tidak ada. “Apakah terkirim atau tidak, tapi saat itu kami tidak menemukan amplop untuk membungkus model DA dengan cover KPU,” jelasnya. Kemudian, dalam menyampaikan hasil rekapitulasi tingkat kecamatan dalam rapat pleno KPU pada Sabtu (12/10) lalu, pihaknya sudah menunjukkan kepada seluruh saksi dari masing-masing pasangan calon. Mereka pun mempersilakan PPK Astanajapura untuk menyampaikan hasilnya. “Tidak ada masalah,” imbuhnya. Dia menegaskan, pihaknya tidak berupaya melakukan pengondisian apa pun terkait perolehan suara. Sebab dalam proses rekapitulasi tingkat kecamatan semua saksi sudah menyepakati hasilnya. “Kesalahan hanya pada sebatas administrasi, bukan pada hasil. Karena saksi dan panwascam pun sepakat akan hasilnya,” tegasnya. Sebelumnya, saksi pasangan nomor urut 3 Luthfi-Arimbi, Ahmad Fadli MSi mengatakan, hasil perhitungan suara di 19 kecamatan tidak sesuai dengan standar operasional perhitungan KPU, sehingga dinilai cacat hukum. Artinya, KPU Kabupaten Cirebon sebagai penyelenggara pemilukada tidak profesional. “Kami melihat ini terkesan main-main. Kalaupun ada calon bupati dan wakil bupati yang terplih, maka bupati dan wakil bupatinya cacat hukum,” katanya. Oleh karena itu, tim saksi menolak menandatangani hasil rapat pleno KPU Kabupaten Cirebon dan menuntut perhitungan ulang di 19 kecamatan. “Kami memilih untuk tidak tanda tangan, karena penyelenggara tidak profesional. Kalau perlu di 19 kecamatn tersebut pemilihan ulang,” beber Fadli. Atas berbagai kecurangan, pihaknya juga berencana melaporkan KPU Kabupaten Cirebon kepada Dewan Kehormatan Pengawasan Pemilihan Umum (DKPPU), KPU Pusat dan Badan Pengawas Pemilu. “Kita sudah berkoordinasi dengan Jimly Asshiddiqie sebagai ketua KPPU. Dalam waktu dekat akan segera dilaporkan sebelum batas yang telah ditentukan dalam undang-undang,” ungkapnya. Sementara saksi dari pasangan nomor urut dua, Jago-Jadi pun menolak tanda tangan dalam rapat pleno tersebut dengan alasan KPU Kabupaten Cirebon tidak profesional. Dikatakan oleh Bejo Kasiono, sejak awal proses persiapan pelaksanaan pemilukada, banyak kesalahan yang dilakukan KPU, mulai dari pencetakan surat suara, tempat sortir dan pelipatan surat suara yang terkesan tidak netral, sampai dengan pendistribusian logistik yang tidak dibubuhi tanda terima berita acara. “Kami melihat banyak proses yang tidak sesuai dengan standar operasional pelaksanaan pemilukada, sehingga kami menolak untuk tanda tangan,” katanya. (jun)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: