Ajaran Dangiang Kuning, saat Kuningan Jadi Pusat Kerajaan Sunda

Ajaran Dangiang Kuning, saat Kuningan Jadi Pusat Kerajaan Sunda

KUNINGAN - Ajaran Dangiang Kuning dipraktikan Seuweukarma, raja Kuningan pertama bergelar Rahiangtang Kuku atau Sang Kuku.

Saat itu, Kuningan menjadi pusat dari Kerajaan Sunda. Sebagaimana dituturkan dalam cerita Parahiyangan dengan nama “Kuningan” pada tanggal 11 April 732 M.

Kuningan ketika itu, sudah menjadi kawasan permukiman yang sangat maju. Seuweukarma juga bertakhta cukup lama.

Adapun ajaran Dangiang Kuning merupakan sebuah pemahaman yang mengacu pada Sanghiang Darma atau Sanghiang Siksa dan menjadi pedoman hidup yakni;

Tidak membunuh mahluk hidup, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, tidak mabuk, tidak makan bukan pada waktunya, tidak menonton, menari, menyanyi dan bermain musik, tidak mewah dalam berbusana, tidak tidur di tempat yang empuk, tidak menerima emas dan perak.

Seuweukarma bertahta sampai dengan usia yang cukup panjang, kemudian timbul persaingan antara pemerintahan Seuweukarma dengan Sanjaya yang memegang kekuasaan daerah kerajaan Galuh sebelah timur.

Setelah Sanjaya memerintah Kuningan selama 9 (sembilan) tahun, kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Rahiang Tamperan.

Rahiang Tamperan mempunyai 2 (dua) orang putra yaitu Sang Manarah dan Rahiang Banga. Setelah dewasa Sang Manarah menjadi raja di sebelah timur.

Sedangkan Rahiang Banga menguasai daerah Kuningan yang dahulu dibawah kekuasaan Rahiangtang Kuku.

Pada tanggal 22 Juli 1175 Masehi Kuningan dijadikan pusat pemerintahan Kerajaan Sunda dibawah Rakean Darmasiksa putra ke-12 Rahiang Banga.

Setelah bertahta selama 12 tahun di Saunggalah, kemudian keraton dipindahkan oleh Rakean Darmasiksa ke Pakuan Pajajaran.

Selanjutnya Kuningan merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran dan namanya berganti menjadi Kajene yang ada dibawah kekuasaan Aria Kamuning. Kajene artinya “kuning” atau “emas”. (yud)

Baca juga:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: