Jangan Sampai Seperti Ibu Kota Baru Myanmar, Nay Pyi Taw Jadi Kota Mati

Jangan Sampai Seperti Ibu Kota Baru Myanmar, Nay Pyi Taw Jadi Kota Mati

PRO kontra soal pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur masih ramai memenuhi time line sosial media.

Soal pemindahan ibu kota negara, ada yang setuju, tapi tak sedikit juga yang menolaknya. Baik yang setuju maupun yang tidak menyampaikan argumennya masing-masing.

Seorang penulis, Farid Gaban, dalam akun twitternya menulis,  Myanmar pernah  memindahkan ibu kota baru, dari Yangon ke Nay Pyi Taw (baca nay pi daw).

Ibu kota baru itu dibangun pada 2005 oleh rezim militer setempat tanpa keterlibatan publik yang memadai.  Namun akhirnya ibu kota baru itu jadi \"kota hantu\" karena hanya sedikit sekali penduduk yang mau pindah ke situ.

Sebagai catatan, Naypyidaw (juga dibaca Nay Pyi Taw) merupakan ibu kota nasional Myanmar yang sekarang. Berlokasi di Desa Kyatpyae, Kota Pyinmana, Provinsi Mandalay.

Ada perbedaan signifikan terkait rencana pemindahan ibu kota antara Myanmar dengan Indonesia. Myanmar memindahkan ibu kotanya dari Yangon ke Naypyidaw pada 2005 di tengah kediktatoran pemerintahan militer.

Sayangnya, kota megah yang The Independent sebut luasnya empat setengah kali lebih luas dari London itu benar-benar sepi penduduk.

Business Insider Singapura pada 22 Juni 2017 membandingkan kota Naypyidaw yang memiliki penduduk hanya 924.608 jiwa, sedangkan penduduk London pada 2016 sekitar 8,63 juta.

Myanmar memindahkan ibu kotanya dari Yangoon ke Naypyidaw pada November 2005 dengan biaya US$4 miliar. Keputusan pemindahan ibu kota Myanmar ke eks ladang tebu itu memang penuh misteri dan spekulasi.

Bahkan, pembangunan kota baru itu disebut sangat rahasia dan tidak ada yang tahu waktu mulai konstruksi pertama dilakukan.

Seperti dikutip dari berita The Guardian pada 19 Maret 2015, Naypydaw adalah proyek kesombongan Than Shwe, mantan pemimpin militer negara tersebut.

Keputusan pemindahan ibu kota itu dinilai ilusi keagungan dari eks pemimpin militer Myanmar tersebut. Apalagi, Myanmar memiliki tradisi raja Burma yang sering menggeser ibu kota atas saran peramal.

Salah satu contohnya, Raja Mindon mendirikan Mandalay, ibu kota Myanmar, pada 1857 untuk memenuhi ramalan tersebut. Keputusan Than Shwe pun kemungkinan besar ada pengaruh dari sana.

Ada pula teori lainnya yakni, Junta, pasukan militer Myanmar, ingin menjauhkan ibu kota dari laut karena takut dengan invasi amphibi Amerika Serikat (AS). Namun, ibu kota baru itu malah lebih dekat dengan daerah pergolakan dari kalangan minoritas tertindas seperti, Karen dan Rohingya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: