Situasi Gawat, AS dan Inggris Mulai Tarik Warganya dari Ukraina

Situasi Gawat, AS dan Inggris Mulai Tarik Warganya dari Ukraina

AMERIKA Serikat (AS) dan Inggris mengambil langkah preventif. Mereka mulai menarik warga negaranya dari Ukraina. Langkah itu diambil terkait dengan kemungkinan invasi oleh Rusia ke negara tersebut. Pada Minggu (23/1), Gedung Putih memerintah semua keluarga staf kedutaan besar AS di Ukraina dipulangkan. Mereka menegaskan, Moskow bisa menyerang kapan saja.

Staf nonesensial juga dapat meninggalkan Ukraina. Departemen Luar Negeri AS menyatakan, langkah yang mereka ambil ini bukan evakuasi. Namun, jika Rusia sampai menyerang, mereka tidak berada dalam posisi yang memungkinkan untuk mengevakuasi warganya. Penduduk AS juga diperingatkan agar tidak lebih dulu melakukan perjalanan ke Ukraina dan Rusia. Sebab, ada potensi perundungan.

BACA JUGA:6 Orang Siswa Bawa Senjata Tajam Ditangkap Polresta Cirebon, Sedang Mediasi di Polsek Depok

Inggris juga mengikuti jejak AS. Pada Senin (24/1) mereka menarik separo staf kedutaan mereka di Kiev, Ukraina. Pemerintah menyatakan, tidak ada ancaman spesifik kepada diplomat Inggris. AS maupun Inggris menyebut ini hanya langkah pencegahan. Tidak ada hal spesifik yang terjadi selama 24 jam terakhir sebelum mereka mengambil keputusan penarikan tersebut.

Di pihak lain, staf Uni Eropa (UE) di Ukraina tidak bakal ditarik untuk saat ini. ’’Saya tidak akan mendramatisasi ketegangan (Rusia-Ukraina),’’ ujar Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell.

Berbeda dengan Borrell, Prancis memilih memperingatkan warganya agar tidak melakukan perjalanan ke Rusia dan Ukraina jika dirasa tidak penting.

BACA JUGA:Dugaan Budak Bupati Langkat, Ditempatkan di Sel, Disebut Rehabilitasi Narkoba

Sementara itu, Ukraina merasa keberatan dengan langkah AS dan Inggris. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko menegaskan, kebijakan itu terlalu dini dan menunjukkan kehati-hatian yang berlebihan. Sebab, hingga kemarin belum ada perubahan drastis situasi keamanan di wilayah timur Ukraina. Di area tersebut, pemberontak pro-Rusia berdomisili dan kerap terlibat baku tembak sejak 2014.

’’Federasi Rusia saat ini melakukan upaya aktif untuk mengacaukan situasi domestik di Ukraina,’’ tegas Nikolenko sebagaimana yang dikutip Agence France-Presse. Yaitu, menebar disinformasi dan manipulasi untuk membuat panik penduduk Ukraina dan warga asing. Dia meminta semua pihak tetap tenang.

Di pihak lain, Rusia masih kukuh membantah bahwa mereka akan menyerang Ukraina. Meski begitu, mereka tidak menarik 100 ribu pasukannya dari perbatasan. Anggota NATO, termasuk Denmark, Spanyol, Bulgaria, dan Belanda, mulai mengirimkan lebih banyak jet tempur dan kapal perang ke wilayah Eropa Timur. Tujuannya, memperkuat pertahanan agar konflik tidak menyebar ke Benua Biru.

Bantuan persenjataan untuk Ukraina juga sudah berdatangan. Pada Sabtu (22/1), bantuan AS berupa 90 ton amunisi dan senjata-senjata pertahanan untuk garis depan sudah tiba. Inggris juga mengirimkan bantuan. Sementara, Jerman menolak permintaan Ukraina terkait dengan bantuan yang sama.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kemarin memperingatkan Rusia terkait dengan risiko yang harus dihadapi Kremlin jika berani menginvasi Ukraina. Mulai korban jiwa hingga sanksi ekonomi.

Ketegangan serupa terjadi di Taiwan. Tiongkok kembali mengirimkan pesawat tempurnya melewati zona pertahanan identifikasi udara (ADIZ) Taiwan.

Pada Minggu lalu, ada 39 jet tempur yang melesat. Perinciannya, 24 jet tempur J-16, 10 jet tempur jenis J-10, dan 5 pesawat pengebom H-6 yang bisa membawa bom nuklir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: