Raperda Tibum Memicu Kontroversi

Raperda Tibum Memicu Kontroversi

  SUMBER– Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kabupaten Cirebon terpaksa menunda pembahasan akhir rancangan peraturan daerah (raperda) tentang ketertiban umum (tibum) sampai waktu yang belum ditentukan. Pasalnya, terjadi perdebatan sengit antara pihak eksekutif dan legislatif terkait salah satu pasal yang berkenaan dengan peradaran zat adiktif dan minuman beralkohol. Menurut pandangan eksekutif, dimasukkannya beberapa pasal yang berkenaan dengan ketertiban dalam usaha zat adiktif dan usaha hiburan merupakan sebagai upaya menyelamatkan generasi muda dari bahaya penggunaan obat-obatan terlarang, minumam beralkohol dan menjauhkan masyarakat dari kemaksiatan. “Ini bentuk kepedulian kami dalam rangka menertibkan pola perilaku masyarakat,” tutur Suyatno SH MH, perwakilan Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Cirebon. Kemudian, sebagai wilayah yang diidentikkan dengan sebutan kota wali, sudah seharusnya memiliki peraturan daerah yang mengikat masyarakat agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang melenceng dari norma agama mayoritas penduduknya. “Kota wali jangan hanya sebatas ikon, tapi benar-benar merepresentasikan kota wali yang sesungguhnya,” imbuhnya. Sementara Anggota Pansus II Supirman SH mengungkapkan, dalam menyusun sebuah peraturan daerah harus berlandaskan beberapa aspek, seperti filisofis, yuridis dan ekonomis. Secara filosifis, harus dijelaskan maksud dari diberlakukannya perda ini. “Dengan perda ini ingin membentuk masyarakat Kabupaten Cirebon yang seperti apa?” tanya dia. Kemudian ditinjau dari aspek yuridis, harus jelas landasan hukum untuk pembuatan perda tentang ketertiban umum. Paling penting, dalam pembuatan perda jangan latah. Jangan hanya kerena di Kota Cirebon sudah memberlakukan perda yang berkenaan pelarangan peredaran minuman beralkohol, kemudian ikut-ikutan. “Kita tinjau dulu lah aspek ekonominya,” terangnya. Oleh sebab itu, dalam rapat tersebut pihaknya bukan menolak diberlakukannya raperda tersebut. Namun, harus ada kajian yang lebih mendalam terkait dampak positif dan negatifnya. “Kita akan studi banding ke daerah yang sudah menerapkan perda yang menyangkut penerapan nol persen alkohol dan daerah yang tidak menerapkan itu,” terangnya. Sekretaris Pansus II H Mustofa SH berpendapat, penerapan pasal yang mengharuskan nol persen alkohol dalam raperda ketertiban umum tentu harus dikaji dengan matang. Artinya, harus ada rujukan undang-undang yang di atasnya, apakah bertentangan atau tidak. Pihaknya lebih sepakat bila ada zonaisasi dan pembatasan peredaran minuman beralkohol. “Kalau dijual secara umum dilarang boleh lah, tapi harus ada zonaisasi,” ucapnya. Melihat belum adanya titik temu tentang pembahasan akhir raperda ketertiban umum, Ketua Pansus II Ahmad Aidin Tamim akan mencoba menampung semua usulan dan pendapat yang berkembang diantara beberapa rekan dewan yang bertugas di Pansus II. Selain itu, akan melakukan sebuah kajian baik berupa studi banding ke berbagai daerah atau melakukan diskusi dengan beberapa organisasi massa keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Al Wasliyah, Persis dan lain-lain. “Termasuk juga dengan pengusaha hotel dan hiburan agar balance, sebab perda ini untuk seluruh masyarakat Kabupaten Cirebon,” ucap dia, singkat. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: