Arinal Riana
Arinal punya ide baru: jalan tengah. Pembakaran jangan dilarang. Tapi dikendalikan. Kalau pembakaran dilarang total, sama artinya dengan membunuh petani tebu.
Maka Arinal mengeluarkan aturan: pembakaran bergilir. Sekali bakar hanya boleh 10 hektare.
Bergantian. Sampai selesai. Dengan demikian asap yang ke udara hanya dari 10 hektare.
Jalan tengahnya itu masih dianggap salah. Arinal masih menahan amarahnya –tapi terlihat tersimpan kuat di dadanya. Lalu soal kopi.
Anda sudah tahu: Lampung penghasil kopi terkemuka Indonesia. Sampai-sampai kopi dari Sumsel pun dipasarkan dengan nama kopi Lampung.
Arinal punya ide besar: petani jangan hanya bisa jual biji kopi. Ia ingin petani kopi dididik untuk mengolah sebagian kopi itu menjadi bubuk. Dibelikan pula mesinnya. Disupervisi oleh pengusaha kopi. Petani juga harus bisa memenuhi standar pengolahan yang ditentukan pabrik kopi.
Pabrik rokok Sampoerna adalah pioneer yang sukses mendesentralisasikan produksi rokoknya. Sampai ke unit-unit sangat kecil di desa-desa. Di bawah supervisi Sampoerna.
Arinal juga sedang memikirkan cokelat. Yang perkebunannya juga besar di Lampung. \"Petani cokelat kita itu tidak pernah merasakan enaknya makan cokelat,\" katanya.
Tentu kami juga ngobrol soal jalan tol. Arinal melihat perkembangan Lampung akan luar biasa setelah adanya tol Palembang-Lampung. Yang akan terus ke Jambi, Muara Enim, Lubuk Linggau, sampai Bengkulu.
\"Bisa-bisa pelabuhan Lampung akan kewalahan,\" kata Arinal. Maka ia berencana bertemu Pelindo, BUMN yang membidangi pelabuhan.
Arinal ingin membangun dry port. Di pinggir jalan tol. \"Biarlah Pelindo yang bangun. Kami
siapkan lahannya,\" katanya.
Ia melihat seluruh komoditas dari Lampung dan Sumsel akan lewat pelabuhan Lampung.
Yang posisi pelabuhannya memang sangat bagus. Pelabuhan alam. Laut dalam. Di Teluk.
Terlindung pulau kecil. Yang seperti ini tidak dimiliki Sumsel.
Bahkan untuk jangka panjang Arinal melihat perlu dibangun pelabuhan baru. Di lokasi baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: