Dewan Endus Penyimpangan Anggaran, DPRD Laporkan KPU ke BPK

Dewan Endus Penyimpangan Anggaran, DPRD Laporkan KPU ke BPK

CIREBON - Dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan pemilukada putaran pertama, mengundang tanya besar bagi para wakil rakyat. Jika sebelumnya KPU bermasalah terkait tempat penyortiran surat suara di gudang milik timses pasangan Hebat (Heviyana-Rakhmat), kini melebar pada penggunaan anggaran. Diduga, terjadi penggelembungan anggaran selama proses pilkada berlangsung. Anggota DPRD Fraksi Partai Hanura, Supirman SH mengatakan, sebelumnya nota hibah untuk penggunaan anggaran pilkada hanya diberikan Rp26 miliar. Hanya saja, KPU menyatakan kalau angka Rp26 miliar masih kurang. Oleh karena itu, KPU meminta penambahan sampai Rp4 miliar, sehingga total Rp30 miliar. “Tapi DPRD masih ragu apakah betul menambahkan angka Rp4 miliar, makanya dalam penambahan kemarin, kami meminta KPU memberi bukti permohonan yang diajukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terkait kekurangan anggaran itu,” ujar Supirman kepada Radar, Kamis (31/10). Pria yang akrab disapa Tong Eng ini juga mengaku belum menerima, bahkan dirinya mempertanyakan di notulen terkait surat penambahan anggaran. “Nah itu belum, tapi gak tahu apakah pimpinan tahu atau tidak. Tapi dalam hal ini secara pribadi karena saya yang miminta ke TAPD saya belum menerima,” ucapnya. Tetapi yang menurutnya ironis, ketika KPU diberi Rp26 miliar itu masih merasa kekurangan, namun di balik itu ternyata KPU meng-up anggaran, yang seharusnya Rp30 juta dilaporkan Rp120 juta. “Dengan kejadian ini menambah keyakinan kita, ketika pembahasan lelang surat suara yang seyogyanya KPU mengganggarkan Rp1,5 miliar, ternyata bisa diterima oleh pemenang hanya sekitar 57 persen. Padahal kita tahu harga pasaran lelang. Terus dimuculkan masalah pajak 10 persen plus keuntungan 15 persen, itu dirasa cukup. Tapi kok ini sampai 57 persen,” tanya dia. Kalau sudah seperti ini, kata Tong Eng, DPRD dapat menilai kalau 57 persen dikurangi 10 persen dan dikurangi keuntungan 15 persen, berarti 25 persen sudah terkurangi. Berarti anggaran yang sebenarnya hanya 30 persen. “Nah, kalau sudah seperti ini, kita juga khawatir dengan kegiatan-kegiatan lain yang telah dilakukan KPU. Termasuk kita juga pertanyakan anggaran untuk advokat karena di Bagian Hukum Setda juga memiliki advokat. Anggarannya cukup fantastis mencapai Rp200 juta,” ungkapnya. Dia mengungkapkan, DPRD akan bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk audit keuangan KPU, karena DPRD tidak mengerti, dan tidak menyalahi aturan. Karena sudah tugas DPRD mengamankan uang negara atau uang rakyat. “Jadi kalau kita memohon bukan saja hanya untuk KPU, tapi untuk dinas-dinas yang dipertanyakan melalui BPK,” paparnya. Rencananya, tambah Tong Eng, DPRD akan melayangkan surat ke BPK agar segera mengaudit penggunaan anggaran pilkada putaran pertama. “Sekarang lagi diproses untuk mengurus membuat surat tembusan ke BPK, dan saya yakin semua ini akan diproses, karena ini adalah keinginan lembaga DPRD. Artinya kalau kita membiarkan ini semua, berati seolah-olah dewan itu berkerja sama dalam mengegolkan anggaran itu, kalau dewan ini diam ada indikasi bagi penyidik ada apa dengan dewan,” ucapnya. Untuk menjawab itu semua, maka dewan menunjukkan langkah kongritnya dengan membuat surat permohonan kepada BPK untuk memeriksa KPU. “DPRD sangat berterima kasih sekali ketika terjadi buka-bukaan di internal KPU karena kuncinya ada di mereka,” ucapnya. Dia menjelaskan, adapun tahapan secara hukum kejanggalan yang terjadi di KPU itu adalah, jika BPK turun itu jelas untuk mengaudit keuangan tapi seaidainya sudah muncul persoalan anggaran berarti itu sudah bicara kasuistis, ternyata sudah ada persoalan yang sudah digelontrokan didepan public. “Kalau sudah masuk kaustis itu berati menurut hemat kita bisa dilakukan untuk kejaksaan kepolisian menindaklanjuti persoalan itu,” paparnya. Plt Ketua DPRD Drs Zaenal Arifin Waud mengaku masih mengonsep rencana pengaduan ke BPK. Sebab yang penting adalah pertemuan dengan LSM Geram (Gerakan Rakyat Membangun) yang menuntut BPK turun menindaklanjuti keuangan di KPU. “Kita berita acara dulu kemudian dimatangkan bersama anggota dewan lainnya. Semua aspirasi itu kan tidak mesti langsung diputuskan, kita bicarakan dan dibahas di banmus,” ujarnya. Pada hari sebelumnya, puluhan massa aksi LSM Jeram meluruk kantor DPRD Kabupaten Cirebon. Mereka mendesak agar wakil rakyat mampu menjembatani persoalan ketimpangan yang dilakukan oleh jajaran KPU selama pemilukada. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Radar, sebelumnya KPU mengadakan bimbingan teknik (bimtek) di salah satu hotel di Jl Tuparev menyewa gedung dengan nilai Rp8 juta. Namun, penyelenggara justru meminta nota sebesar Rp30 juta. Saat dikonfirmasi melalui sambungan selularnya, management salah satu hotel tersebut enggan membuka berapa rupiah uang untuk membayar sewa gedung. “Silakan tanya langsung saja ke KPU-nya,” singkat dia. Sayangnya, lagi-lagi pihak KPU enggan membeberkan rincian anggaran tersebut. Sebelumnya, Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Drs Iding Wahidin MPd membantah adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran. “Soal rincian anggaran saya tidak paham. Tapi yang jelas, tidak ada ketimpangan apa pun dalam anggaran, semua detail anggaran intinya akan kita pertanggungjawabkan. Bahwa sekarang belum rinci, ya belum waktunya,” ujar Iding. Untuk lebih detail soal anggaran, kata Iding, dia mempersilakan bertanya kepada sekretaris KPU. Yang jelas, berapa pun nominalnya, termasuk Rp1.000 akan dipertanggungjawabkan. Sebab, ini adalah uang rakyat. “Tidak ada anggaran fiktif di sini. Kami jamin tidak akan ada penyelewengan anggaran apa pun. Itu sudah ada aturannya kok di dalam undang-undang. Gak pake jaminan dan kami akan pertanggungjawabkan, karena pengelolaan anggaran yang kami lakukan itu sesuai prosedur,” bebernya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: