Kemenkeu Sanksi 212 Pegawai Nakal, Punya Rekening Mencurigakan

Kemenkeu Sanksi 212 Pegawai Nakal, Punya Rekening Mencurigakan

JAKARTA - Citra Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dipertaruhkan. Dalam kurun sebulan terakhir, dua aparat pajak dan seorang pegawai Bea Cukai digelandang polisi karena dugaan terlibat korupsi. Namun, daftar tersebut bisa saja bertambah. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Yudi Pramadi mengatakan, sepanjang 2007 hingga Maret 2013, Inspektorat Jenderal Kemenkeu menerima 95 laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Laporan itu melibatkan 127 pejabat atau pegawai. “Setelah dilakukan penyelidikan lanjutan, total ada 212 pejabat atau pegawai yang akhirnya dijatuhi sanksi,” ujarnya melalui siaran pers yang dikirim tadi malam (31/10). Pada 21 Oktober lalu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menangkap dua pegawai pajak nonaktif Denok Taviperiana dan Totok Hendriyatno dengan dugaan menerima suap Rp1,6 miliar dari PT Surabaya Agung Industry Pulp and Paper (PT SAIPP). Lalu, pada 29 Oktober, Kepala Subdirektorat Ekspor Bea dan Cukai Heru Sulastyono giliran ditangkap penyidik Bareskrim Mabes Polri. Dia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan tindak pidana pencucian uang dan menerima suap dari seorang pengusaha bernama Yusran Arif. Baik Denok Taviperiana, Totok Hendriyatno, maupun Heru Sulastyono merupakan bagian dari pegawai yang namanya masuk daftar PPATK karena memiliki transaksi keuangan mencurigakan. Menurut Yudi, Kemenkeu menindaklanjuti setiap laporan PPATK. “Dari total 95 laporan PPATK, 88 sudah selesai ditindaklanjuti dan 7 laporan masih diproses,” katanya. Yudi menyebut, dari 88 laporan yang sudah ditindaklanjuti, 66 laporan yang melibatkan 83 nama sudah dilakukan audit investigasi dengan hasil terbukti terjadi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang. “Sudah diajukan rekomendasi hukuman pada 83 nama itu,” ucapnya. Tak hanya berhenti pada 83 nama itu, Inspektorat Jenderal Kemenkeu juga mengembangkan berbagai dugaan pelanggaran pada pejabat atau pegawai lain. Hasilnya, ada 129 pejabat atau pegawai di luar yang dilaporkan PPATK yang juga dinilai terlibat. Sehingga, total ada 212 yang diajukan rekomendasi sanksi. “Dari jumlah itu, 131 pejabat atau pegawai sudah dijatuhi hukuman disiplin,” sebutnya. Atas 22 laporan PPATK yang melibatkan 29 nama, beberapa di antaranya tidak terbukti terlibat. Namun, beberapa orang yang diduga kuat terlibat lantas dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung). “Tindak lanjut selalu kami laporkan ke PPATK,” ujarnya. Menurut Yudi, sejak 2011, Kemenkeu mengimplementasikan whistleblowing system secara online. Sehingga seluruh pihak seperti pelaku usaha maupun masyarakat bisa menyampaikan pengaduan jika ada pejabat atau pegawai Kemenkeu yang dinilai menyimpang. Sampai saat ini, Kemenkeu menerima 912 pengaduan dari masyarakat maupun pelaku usaha. Dari jumlah tersebut, 527 pengaduan sudah diselesaikan, sedangkan 385 pengaduan lainnya masih diproses. “Tindak lanjut dari pengaduan, langsung kami infokan kembali kepada para pengadu. Jadi, bisa dipantau,” ucapnya. WIDYAWATI DICEGAH KE LUAR NEGERI Sementara, pengembangan kasus suap pejabat Ditjen Bea dan Cukai Heru Sulastyono difokuskan pada tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Usai memeriksa 20 rekening, kini ada sejumlah nomor rekening baru yang sedang ditelaah oleh penyidik. Rekening-rekening tersebut telah dikirim ke PPATK untuk ditelusuri. Penyidik curiga jika Heru tidak hanya menerima suap dari Yusran Arief, melainkan juga pengusaha lainnya. Bukan hanya itu saja, rekening-rekening yang baru dimintakan telaah ke PPATK diduga merupakan tempat penyimpanan uang hasil suap. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto mengatakan, pemeriksaan terhadap kedua tersangka masih dilakukan. Meski begitu, pihaknya tidak terlalu berpatokan kepada pengakuan keduanya. Pihaknya lebih cenderung mengejar bukti, terutama berapa total dana yang berhasil dihimpun Heru. Meski begitu, Arief mengaku belum mendapatkan data siapa pemilik rekening tersebut. \"Kami hanya dapat nomor rekening. Untuk nama itu rahasia bank,\" terangnya di Mabes Polri kemarin. Jika hasil analisis PPATK menujukan ada transaksi mencurigakan, barulah penyidik mendapat legitimasi untuk memperoleh identitas pemilik rekening. Arief juga menolak menjelaskan berapa isi rekening, terutama setelah muncul isu total uang dalam rekening-rekening tersebut mencapai Rp60 miliar lebih. Untuk saat ini, pihaknya memilih mengikuti alur pencucian uang yang dilakukan Heru. Kepada siapa saja uang itu mengalir dan berapa jumlahnya. Terkait mangkirnya istri muda Heru, Widyawati, dalam pemeriksaan Rabu (30/10) lalu, pihaknya sudah mengirim surat panggilan ke dua. Selain itu, sesuai protap, Widyawati juga sudah dicegah ke luar negeri melalui Ditjen Imigrasi. Sebagaimana umumnya, pencegahan dilakukan selama enam bulan dan bisa diperpanjang menjadi setahun. Widyawati diketahui menerima uang Rp11,4 miliar yang diduga berkaitan dengan suap terhadap Heru. Uang tersebut masuk ke Rekening Bank Mandiri milik Widya juga dengan modus pencairan asuransi. Saat disinggung mengenai kemungkinan ada atasan atau rekan Heru yang terlibat, Arief mengelak. Hasil analisis terhadap rekening-rekening tersebut belum beres sepenuhnya. Karenanya, belum bisa disimpulkan ada pihak lain yang terlibat suap. \"Kalau memang nanti ada bukti baru, pasti akan ditindaklanjuti,\" ujarnya diplomatis. Mengejar TPPU menjadi tren dalam penyidikan kasus kejahatan kerah putih beberapa waktu terakhir. Meski prosesnya tergolong rumit, namun jeratan TPPU memudahkan penyidik untuk mendapatkan tersangka baru yang terlibat dalam sebuah kasus. Terlebih, dalam UU TPPU, penerima uang juga bisa dikenakan jeratan pidana. Sementara itu, Kapolri Komjen Sutarman berharap banyak dari penindakan kasus-kasus tingkat tinggi di bareskrim. Pengungkapan tersebut diharapkan bisa memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan personel polri dalam mengungkap kasus-kasus menonjol, terlebih suap dan korupsi. \"Ini masih berproses,\" ujarnya kemarin. Sebagaimana diberitakan, Heru Sulastyono terjerat kasus suap senilai miliaran rupiah dari pengusaha Jasa Kepabeanan Yusran Arief. Modus suap dengan menggunakan asuransi itu tergolong baru, karena sebelumnya tidak pernah terdeteksi. (owi/ca/byu)          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: