Dubes Australia Tolak Komentar Soal Penyadapan
JAKARTA - Duta besar Australia di Jakarta, Greg Moriarty menolak memberikan keterangan terkait pemanggilannya ke Kementerian Luar Negeri kemarin. Greg dipanggil oleh pihak Kemenlu terkait dengan adanya pemberitaan penyadapan yang dilakukan oleh pihak Australia di Kantor Kedubes Australia di Jakarta. \"Saya di sini untuk berbicara dengan Kementerian Luar Negeri bukan media,\" ujarnya. Greg enggan memberikan keterangan lebih lanjut tentang apa saja yang ia lakukan di dalam. Kedatangannya di Kemenlu juga hanya beberapa saat. Greg sendiri tidak langsung ditemui oleh Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa. Pasalnya, Menlu sedang menghadiri suatu konferensi berada di Perth, Australia. \"Saya baru saja bertemu dengan Sekjen, dari perspektif saya itu adalah pertemuan yang baik,\" tuturnya. Setelah ini, lanjutnya, saya harus melaporkan kepada pemerintah saya tentang pertemuan hari ini. Panggilan ini memang menindaklanjuti adanya berita dari surat kabar harian Sydney Morning Herald (SMH) pada tanggal 31 Oktober lalu, tentang keberadaan dan penggunanan fasilitas penyadapan di Kedubes Australia di Jakarta. Berita ini muncul tak lama setelah beberapa saat lalu berita penyadapan yang sama oleh kedubes Amerika Serikat di Jakarta. SMH sendiri mengaku mendapat informasi tersebut dari mantan staf badan keamanan nasional Amerika atau NSA, Edward Snowden. Selain di Jakarta, dalam surat kabar tersebut disebutkan bahwa Australia juga melakukan penyadapan di beberapa negara lain di Asia Pasifik. Berita tersebut kontan menuai protes dari Indonesia yang juga ikut disebutkan sebagai salah satu negara yang disadap. Dalam situs resmi Kemenlu sendiri, secara tegas menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak mencerminkan semangat huibungan bersahabat yang selama ini terjalin. Dan hal tersebut sama sekali tidak bisa diterima oleh Pemerintah Indonesia jika benar terjadi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaruh perhatian terhadap isu adanya fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta. Menurut Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha, Presiden SBY telah meminta Menlu Marty Natalegawa untuk mengklarifikasi isu tersebut, terhadap pihak-pihak terkait. \"Oleh karena itu, Menlu telah bekerja dan melapor untuk meminta klarifikasi. Tapi pada prinsipnya kalau benar seperti diberitakan, sungguh ini sangat disesalkan. Karena suatu hubungan diplomasi tidak boleh terkontaminasi dengan aksi penyadapan,\" jelas Julian di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin. Ketika ditanya apakah Presiden akan mengirimkan nota protes, Julian menyatakan Presiden masih menunggu klarifikasi dari Menlu. Namun, SBY telah menginstruksikan jajaran terkait untuk ikut mencari informasi terkait info penyadapan tersebut, termasuk Badan Intelijen Nasional (BIN). \"Tentu kita juga bekerja, maka kita tunggu penjelasan dari pihak resmi,\" ujarnya. Kepala BIN Marciano Norman menyatakan tengah menindaklanjuti info penyadapan tersebut. Dia mengaku telah memanggil perwakilan counter part BIN AS di Jakarta. \"Sekecil apapun info itu harus ditindaklanjuti. Kita akan segera komunikasikan dengan pemangku kepentingan untuk sinergi menghadapi kemungkinan penyadapan ada atau tidak,\" papar Marciano di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin. Marciano melanjutkan, diperlukan waktu untuk mendalami kebenaran info tersebut. Sebab, ada langkah-langkah yang perlu dilakukan. Yang pertama meminta klarifikasi oleh Kemenlu. Kemudian, BIN pun mencari keterangan lain untuk memastikan kebenaran info penyadapan tersebut. \"Jadi apa betul indikasi mengarah pada penyadapan itu. Apabila ada, saya dorong langkah diplomatik oleh Kemenlu dimana kami akan beri info yang kami dapatkan. Penjurunya Kemenlu, tapi BIN dan lainnya akan lakukan langkah terukur dan bisa menyelesaikan masalah ini dalam batas kewenangan kami,\" lanjutnya. Soal klarifikasi kebenaran info penyadapan, Marciano mengaku belum bisa bicara banyak. Pihaknya butuh waktu untuk mendalami info tersebut. Namun dia menegaskan, penyadapan tidak dibenarkan di negara manapun. \"Kalau penyadapan itu dimana-mana tidak dibenarkan. Tapi kita butuh waktu. Harus melakukan pendalaman,\" ujarnya. Menko polhukam Djoko Suyanto mengamini pernyataan Kepala BIN Marciano Norman. Dia menyatakan, jika info penyadapan tersebut terbukti benar, maka hal tersebut sangatlah tidak profesional. \"Dan apabila benar, tentu kita tidak happy, apabila ada, pasti akan sampaikan itu adalah tidak profesional. Dan tidak lazim dilakukan oleh negara, Jerman juga akan melakukan yang sama, ketika dia tahu disadap,\" paparnya, kemarin. Sementara itu, Menhan Purnomo Yusgiantoro menunggu hasil laporan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) terkait indikasi penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap 90 negara termasuk Indonesia. \"Kita tunggu saja perkembangannya. Kita akan tunggu laporan Lemsaneg. Kita minta sistem di Lemsaneg untuk bekerja dan memastikan. Sebelum ada kepastian, saya belum bisa sampaikan sesuatu,\" ujar Purnomo di Kompleks Istana Negara, kemarin. (mia/ken)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: