Hadiah Lebaran

Hadiah Lebaran

Jarak Singapura-Kuala Lumpur itu hanya 5 jam perjalanan. Itu pun dengan kecepatan disiplin: maksimum 120 km/jam. Tidak berani lebih dari itu.

Apalagi baru saja kami melihat: Lamborghini yang belum lama menyalip kami, terlihat parkir di pinggir jalan. Ada dua polisi yang lagi mencegat Lambo itu.

Tidak banyak beda tol Malaysia ini dengan di Indonesia. Kecuali lebih mulus. Sejak dulu. 

Pembeda lainnya: sepeda motor tidak dilarang masuk tol. Anehnya tidak banyak motor yang memanfaatkan fasilitas itu. Maka sepanjang Singapura - Kuala Lumpur tidak sampai 20 sepeda motor yang terlihat di jalan tol.

Mungkin Indonesia tidak akan meniru itu. Pernah jalan tol menuju stadion Gelora Bung Tomo dibuka untuk motor. Tepat di Persebaya day. Mampet. Wani!

Tiba di Kuala Lumpur kami langsung ke Ritz Carlton. Bermalam di situ. Agar dekat dengan Bukit Bintang –Orchard Road-nya Kuala Lumpur masa kini. Hidup sekali. Lebih hidup dari yang di Singapura. Sambil kya-kya di Bukit Bintang, saya tergoda bertanya ke diri sendiri: di mana ya di Jakarta bisa kya kya seperti ini. 

Setelah bertemu Anwar Ibrahim –dan beberapa relasi– keesokan harinya kami balik ke Singapura. Lewat jalan yang sama. Tidak ada lagi hadiah Lebaran dari negara.

Saya pun bisa mencatat tagihan tol sepanjang 414 km itu. Tidak untuk dibanding-bandingkan. 

Dari Kuala Lumpur ke pintu tol Johor Bahru 32 ringgit.

Dari situ ke Jembatan Tuas 3 ringgit.

Tol jembatan Tuas 6 ringgit. Hasilnya tentu dibagi dua dengan Singapura. 

Total: Anda sudah tahu

Hari itu pun kami merasa dirugikan Malaysia 39 ringgit. Saat berangkatnya dulu kami tidak merasa untung 39 ringgit.

Begitulah fitrah manusia. Setelah Idul Fitri. Sulit berterima kasih. Sulit juga mencatat jasa orang lain.

Tentu Meiling tidak perlu lagi memukul pundak saya. Lain kali. Aturan wajib PCR itu barusan dihapus. Presiden Jokowi sendiri yang menghapus. Sekalian dengan no masker di luar ruang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: