Sultan Sepuh Tidak Restui Alih Fungsi Alun-alun Kejaksan

Sultan Sepuh Tidak Restui Alih Fungsi Alun-alun Kejaksan

**Galang Tanda Tangan Seluruh DKM, Tolak Alih Fungsi Alun-alun Kejaksan   CIREBON – Genderang penolakan atas rencana perubahan alun-alun Kejaksan menjadi taman kota semakin nyaring. Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Arief Natadiningrat menyatakan menolak keras dan tidak merestui rencana itu. Sementara tokoh Cirebon, Habib Hasan Al-Kaff akan menggalang tanda tangan seluruh dewan kemakmuran masjid (DKM) di Cirebon untuk menggagalkan alih fungsi alun-alun Kejaksan. Kepada Radar, Sultan Sepuh menegaskan, desain Alun-alun Kejaksan sudah menjadi ikon Kota Cirebon. Alun-alun menyatu dengan pendopo dan Masjid Raya At-Taqwa. Konsep seperti itu, lanjutnya, merupakan wujud satu kesatuan dan memiliki nilai filosofis. Selain itu, nilai historis Alun-alun Kejaksan menjadi pertimbangan penting lainnya. “Alun-alun Kejaksan jangan diubah menjadi taman kota. Biarkan tetap menjadi alun-alun seperti saat ini,” ujarnya kepada Radar, belum lama ini. Diakuinya, saat ini Kota Cirebon kekurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan taman kota. Namun, bukan berarti Alun-alun Kejaksan lantas diubah fungsinya. Sultan malah mengusulkan lima titik yang dapat dimaksimalkan menjadi taman kota. Yakni, Taman Krucuk yang saat ini sudah rampung namun dibiarkan mangkrak, sepanjang sungai di Kalibaru dan Sukalila, lapangan Kesenden, Kebumen, dan Taman Ade Irma Suryani. Jika kelima tempat itu dimaksimalkan, Arief meyakini kebutuhan Kota Cirebon akan taman kota dan RTH dapat terpenuhi. Di samping itu, mantan anggota DPD RI itu menilai, alun-alun Kejaksan sarat dengan manfaat. Di antaranya, digunakan untuk Salat Idul Fitri dan Idul Adha maupun kegiatan sosial keagamaan lainnya. Arief mempersilakan wali kota bersama jajarannya untuk menata kembali Alun-alun Kejaksan. Namun, alun-alun Kejaksan tidak boleh diubah menjadi taman kota. “Alun-alun Kejaksan direhab dan ditata saja, jangan diubah menjadi taman kota,” harapnya. Ketua Komunitas Budaya Cirebon, R Subagja mengatakan, Alun-alun Kejaksan memiliki nilai historis. Tanggal 15 Agustus 1945, Dr Sudarsono memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Alun-alun Kejaksan, setelah mendengar Jepang menyerah pada sekutu sehari sebelumnya. Selain itu, fungsinya sangat beragam, mulai dari kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan tempat bermain serta kegiatan sekolah. “Wali Kota Ano mengusung jargon pro perubahan. Saya berharap Alun-alun Kejaksan tidak diubah menjadi taman kota,” pintanya. Diakuinya, taman kota sangat penting bagi kota dengan penduduk lebih dari 300 ribu jiwa ini. Namun, bukan berarti Alun-alun Kejaksan diubah menjadi taman kota. Menurutnya, banyak area lain yang bisa dimaksimalkan menjadi taman kota. Bahkan, taman kota yang saat ini ada, tidak terawat dan tidak difungsikan. Lenyapnya lapangan Gunungsari, menjadi pelajaran bagi Kota Cirebon untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Subagja menegaskan, Alun-alun Kejaksan sampai kapan pun jangan diubah fungsi. Sebab, menjadi representasi Kota Cirebon. Tokoh Cirebon, Habib Hasan Al-Kaff juga tegas menolak alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. Menurutnya, jika hal itu dipaksakan, sama dengan merusak tatanan moral generasi penerus bangsa dan warga Kota Cirebon. Lokasinya yang tepat berada di depan masjid Raya At-Taqwa, membuat alun-alun Kejaksan hanya menjadi tempat berbuat maksiat jika dipaksakan menjadi taman kota. “Kami merencanakan menggalang tanda tangan seluruh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) untuk melakukan penolakan,” tegasnya kepada Radar, Senin (18/11). Sementara itu, Koordinator Gapas Cirebon, Andi Mulya menolak wacana pengalihfungsian status Alun-alun Kejaksan menjadi Taman Kota. Karena, bila sampai terjadi, hal itu sama saja dengan Pemerintah Kota Cirebon menyediakan tempat untuk melakukan maksiat. Mengingat beberapa contoh taman kota yang ada di sejumlah wilayah di sekitar Kota Cirebon pun disalahgunakan menjadi tempat maksiat. \"Kalau memang benar sampai dialihfungsikan, itu sama saja menyediakan tempat maksiat. Posisi alun-alun di depan masjid,\" ujarnya. Lebih jelas dikatakan Andi, bila wacana ini tetap dilanjutkan, pihaknya bersama organisasi masyarakat lainnya akan menyampaikan penolakan pada pemerintah. Dirinya berharap pemerintah bisa kembali memikirkan ulang wacana ini, karena pengalihfungsian alun-alun menjadi taman kota tidak tepat. \"Memang secara tampilan jadi bagus, tapi ya sama saja menyediakan tempat maksiat. Karena belum tentu juga pihak Satpol PP ataupun kepolisian bisa melakukan pengamanan lokasi dengan baik. Sekarang saja kadang keberadaan alun-alun suka disalahgunakan,\" tukasnya. Pakar Tata Kota International yang juga orang Cirebon, Prof Dr Hadi Susilo Arifin mengatakan, Kota Cirebon jangan memaknai taman kota menjadi satu hal yang berbeda dengan alun-alun. Menurutnya, alun-alun adalah makna yang sama bagi taman kota. Pria yang telah melanglang buana di seluruh benua itu memaparkan, informasi yang didengar tentang akan diubahnya alun-alun Kejaksan menjadi taman kota, membuatnya harus bertindak dan turun langsung. Bahkan, Hadi siap berdiskusi dengan siapa pun yang berkeinginan mengubah Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. “Alun-alun itu sudah menjadi taman kota. Tinggal ditata saja,” ujarnya. Lalu apa tanggapan pemerintah? Kepala DKP Kota Cirebon, Drs Sumanto mengatakan, alun-alun Kejaksan diubah menjadi taman kota adalah amanat Perda Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga. Dalam pasal 3 ayat (5) huruf b disebutkan, lapangan Kejaksan diperuntukan menjadi taman kota. Hal ini menjadi landasan DKP, DPUPESDM, maupun Bappeda Kota Cirebon untuk menjadikan taman kota di alun-alun Kejaksan. “Semua unsur terkait mengacu pada Perda ini. Aturan itu menjadi landasan utama alun-alun Kejaksan menjadi taman kota,” terangnya kepada Radar, Senin (18/11). Terkait langkah penataan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti pengaspalan dan sebagainya, hal itu di luar kewenangan DKP. Sebab, urusan teknis pengerjaan proyek, sambung Sumanto, menjadi tugas dan kewajiban DPUPESDM. “Kalau sudah jadi taman kota, baru itu tugas DKP yang mengelola dan memelihara,” ujarnya. Dalam pro kontra rencana pembangunan taman kota di alun-alun Kejaksan, Sumanto mengembalikan segala sesuatunya kepada Bappeda. Menurutnya, Bappeda merupakan koordinator seluruh kegiatan pembangunan, termasuk penataan alun-alun Kejaksan. Adapun rencana Forum Peduli Alun-alun Kejaksan (Forpak) untuk melakukan audiensi dengan DPRD Kota Cirebon, Sumanto tidak mempersoalkan. “Kalau ada ormas yang ingin melakukan penolakan, silakan saja. Ada DPRD Kota Cirebon yang menjadi ruang publik menyampaikan aspirasi,” terangnya. Koordinator Forpak, Drs Suyanto menyatakan, audiensi pada Rabu besok (20/11) hanya dihadiri oleh 50 perwakilan. Selain itu, Suyanto menegaskan tidak akan ada aksi massa dalam jumlah besar dan anarkis. “Jangan percaya kalau ada selebaran, sms tidak bertanggung jawab. Ini audiensi damai,” terangnya. Terpisah, Ketua Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) Kota Cirebon, Edi Kuwatno menjelaskan, saat Ramadan lalu, muncul wacana untuk memperindah dan memperbaiki kondisi Alun-alun Kejaksan tanpa mengubah fungsi apapun. Sehingga, perbaikan pun dilakukan di APBD perubahan. \"Ya itu hanya penataan saja. Tidak mengubah fungsi apapun,\" ujarnya. Dalam penataan ini, sejumlah hal diperbaiki. Mulai dari pengaspalan lahan parkir dan juga pembuatan rembesan agar tidak kumuh. \"Tapi fungsinya tidak berubah sama sekali,\" ujarnya. Ditanya nilai perbaikan, Edi menjelaskan nilai penataan tersebut tidak sampai melebihi Rp200 juta. Namun dirinya lupa angka pasti dari proyek penataan alun-alun Kejaksan itu. \"Nilai perbaikannya sekitar Rp100 jutaan. Saya lupa pastinya,\" tukasnya. Mengapa memilih diaspal ketimbang dipaving? Edi mengatakan, pengaspalan hanya untuk lahan parkir mobil saja, bukan untuk keseluruhan Alun-alun Kejaksan. Nantinya secara bertahap, baru akan ada wacana pemavingan Alun-alun. (ysf/kmg)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: