Desak Dewan Stop Pembangunan
CIREBON – Janji Forum Peduli Alun-Alun Kejaksan (Forpak) untuk mendatangi para wakil rakyat, bukan hanya gertak sambal. Saat berdialog dengan para anggota DPRD, puluhan massa meminta agar pembangunan alun-alun Kejaksan dihentikan dan alat-alat berat dikeluarkan dari area alun-alun. Budayawan Cirebon Nurdin M Noer menegaskan, jika tetap menjadikan alun-alun sebagai taman kota, maka pihaknya beserta seluruh elemen masyarakat akan melakukan iuran dan meratakan dengan tanah seluruh bangunan yang telah didirikan atas nama taman kota dan RTH. “Sama-sama melanggar hukum. Alun-alun Kejaksan itu cagar budaya. Perda yang menyebut lapangan Kejaksan menjadi taman kota harus diubah,” tegasnya. Menurut Nurdin, Pemkot Cirebon telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam pasal 5 menyebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila telah berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, dan memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Forpak dan Nurdin menilai, Pemkot Cirebon dan DPRD Kota Cirebon, sangat tidak paham kebudayaan mengenai tata ruang tradisional. Pasalnya, mereka menganggap alun-alun hanya sebagai tempat upacara dan kegiatan seremonial lainnya. Sehingga, hal itu dapat dialihkan ke lapangan Kebon Pelok. Padahal, alun-alun Kejaksan dibangun sejak 1905 oleh Bupati Salmon sebagai kesatuan dan harmoni antara birokrasi (pemerintahan) yang disimbolkan dengan pendopo atau kadipatenan, sebelah barat masjid, alun-alun dan pohon beringinnya, pasar (Pasar Pagi) dan penjara di Jalan Sisingamangaraja. Karena itu, lanjutnya, alih fungsi alun-alun menjadi taman kota, sebagai penghancuran peradaban dan kearifan lokal. Artinya, jika mereka tetap ngotot untuk mengalihfungsikan alun-alun Kejaksan, berarti pemerintah kota dan DPRD Kota Cirebon tidak paham terhadap peradaban. “Alun-alun bukan hanya sebagai tempat upacara, tetapi memiliki nilai historis dan filosofis yang tinggi,” kata Nurdin M Noer. Anggota Forpak, Subur Karsa menilai proyek penataan alun-alun Kejaksan hanya akal-akalan. Karena itu, dia mendesak agar seluruh kegiatan yang berlangsung di atas alun-alun Kejaksaan segera ditarik. “Angkut semua alat-alat berat di alun-alun. Kegiatan penataan harus disetop dan ubah perda,” tuntutnya. Ketua Panitia Cirebon bershalawat, H Andi Yusuf mengatakan, jika alun-alun menjadi taman kota, akan lebih banyak sisi negatifnya dibandingkan manfaat. Senada, Koordinator Forpak, Drs Suyanto menegaskan, alun-alun Kejaksan tidak boleh diubah, termasuk tidak perlu ada penataan. Pada kesempatan itu, sekitar 60 massa Forpak ditemui langsung Ketua DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso BAE, Wakil Ketua DPRD, Edi Suripno SIP dan Anggota DPRD Kota Cirebon, Priatmo Adji. Melalui selembar kertas bermaterai, DPRD Kota Cirebon menyatakan menolak perubahan fungsi alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. Edi Suripno menjelaskan, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga, pasal 3 ayat (5) huruf b disebutkan, lapangan Kejaksan diperuntukan menjadi taman kota. “Itu regulasi. Pasti telah mempertimbangkan faktor sosiologis, filosofis dan historis,” terangnya. Edi Suripno menegaskan, alun-alun Kejaksan hanya ditata setelah terjadi kerusakan pasca Idulfitri tahun ini. “Kalau menjadi taman kota, butuh setidaknya Rp6 miliar. Anggaran Rp400 juta pasti hanya penataan saja,” tukasnya. Menurutnya, Kota Cirebon tetap harus memiliki taman kota, namun soal lokasinya masih diperbincangkan. Selain itu, amanat UU Lingkungan Hidup mewajibkan Kota Cirebon memiliki minimal 20 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH). Saat ini baru 9 persen dipenuhi. Terkait penghentian proyek pekerjaan penataan alun-alun Kejaksan, hal itu membutuhkan proses. “Tidak bisa langsung. Semua ada prosedurnya,” terang Edi. Politisi PDIP itu menegaskan, alun-alun Kejaksan tidak menjadi taman kota. Sebab, Pemerintah Kota Cirebon tidak mungkin membangun taman kota di alun-alun Kejaksan tanpa persetujuan dari DPRD Kota Cirebon. Hal senada disampaikan anggota DPRD Kota Cirebon, Priatmo Adji. Dikatakan, alun-alun hanya penataan dan tidak ada taman kota di atasnya. Ketua DPRD Kota Cirebon, Yuliarso menyatakan, DPRD Kota Cirebon mendukung dan setuju alun-alun Kejaksan tetap menjadi seperti saat ini. Tanpa taman kota dan alih fungsi lainnya terkait Perda Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga yang menyebutkan lapangan kejaksan diperuntukan menjadi taman kota, akan diubah. “Dewan akan mengubahnya. Kami akan komunikasikan ini dengan wali kota,” terangnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: