Galang DanaSelamatkan Teja Suar!
CIREBON - Informasi terjualnya Masjid Teja Suar senilai Rp30 miliar (masih simpangsiur), membuat kaget para wakil rakyat. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Drs Zaenal Arifin Waud berjanji akan memanggil pemilik dan pembeli masjid untuk menjelaskan dasar transaksi jual beli. “Kedua pihak harus menjelaskan di hadapan kami, apa yang menjadi alasan transaksi jual beli masjid, dan kita bedah dari berbagai sisi,” jelas Waud, begitu dia akrab disapa kepada Radar, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (25/11). Dikatakannya, jika memang masjid tersebut sudah benar-benar terjual, maka masyarakat Kabupaten Cirebon punya tanggung jawab untuk menyelamatkan tempat ibadah tersebut. Kalau sudah tidak ada cara lain untuk membendung transaksi jual beli, maka pemda wajib hukumnya membeli. “Berapapun harga masjid itu akan kita beli dan saya yakin rakyat Cirebon pun akan berani membeli. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi. Karena ini sudah masuk ranah syara dan ikon bagi umat Islam,” tegasnya. Dengan kondisi seperti ini, maka pihaknya bersama rakyat Cirebon akan membuat gerakan penggalangan dana untuk menyelamatkan Masjid Teja Suar. Karena baginya, tidak dibenarkan mengalihfungsikan masjid menjadi tempat bisnis, apapun alasannya. “Jangan sampai masjid yang notabene sebagai tempat ibadah umat muslim dijual. Ini akan menimbulkan amarah masyarakat,” ujarnya geram. Menurutnya, Masjid Teja Suar merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak bisa dipisahkan dari umat Islam. Ketika dinas terkait memproses perizinan perubahan alih fungsi lahan, harus melihat dulu dari fatwa MUI dan respons masyarakat. “Masjid itu kan kepentingan masyarakat, bisa saja masyarakat mendobrak melakukan pemberontakan terhadap perubahan lahan tersebut. Masjid ini harus dilindungi bagaimana pun caranya, dan ini adalah tugas pemerintah daerah,” jelasnya. Dia juga meyakini, didirikannya Masjid Teja Suar oleh orang terdahulu itu, tujuan utamanya adalah untuk diwakafkan bukan diperjualbelikan. “Didirikan masjid itu tidak mungkin untuk sementara atau hanya sebatas dikontrakkan. Persoalannya, apakah pemilik pertama masih hidup atau tidak, ini yang menjadi persoalan. Apalagi sudah puluhan tahun,” bebernya. Secara batin, dirinya yang berdarah NU mengaku prihatin ketika ada sebuah masjid tua dijual tanpa asalan yang jelas. Bahkan, dirinya sudah melakukan rapat internal bersama pengurus DPC PKB termasuk orang tua NU untuk membuat gerakan peduli Teja Suar. SPANDUK PENOLAKAN PENJUALAN BERMUNCULAN Sementara, reaksi umat Islam terkait penjualan Masjid Teja Suar, mengundang keprihatinan banyak pihak. Masyarakat Cirebon yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Cirebon Peduli Masjid Teja Suar, secara tegas menolak penjualan itu. “Jangan Jual Rumah Allah, Kami Masyarakat Cirebon Siap Mempertahankan Masjid Teja Suar” demikian yang tertulis dalam bentangan spanduk yang dipasang tepat di depan pagar Masjid Teja Suar. Syahroni, mantan aktivis Masjid Teja Suar tahun 1979-1990 mengaku kaget dengan munculnya kabar masjid yang dulunya pernah menjadi sejarah hidup itu ternyata dijual. Padahal, Masjid Teja Suar menjadi saksi sejarah perkembangan Islam era tahun 70-an hingga sekarang. Apalagi, masjid yang terkenal unik dengan kekhasan warna merah ini dulunya menjadi rujukan umat Islam ketika mempelajari agama, termasuk non muslim yang ingin menjadi muslim membaca syahadatnya di Masjid Teja Suar. “Benar Mas, saya sampai kaget mendengarnya,” kata guru PAI SMAN 4 Cirebon ini. Syahroni menjelaskan, setahu dirinya Masjid Teja Suar dulu pengelolanya adalah Yayasan HM Saelan. Hanya saja, dari dulu hingga sekarang dirinya tidak pernah melihat bukti tertulis Yayasan M Saelan. Karenanya benar tidaknya di bawah Yayasan HM Saelan, dirinya tidak tahu. Kalaupun memang benar pengelolaanya di bawah yayasan, maka tentu saja tidak boleh dijual. Mengenai kabar penjualan masjid, Syahroni belum bisa bicara banyak, namun dirinya mendapatkan kabar dari salah satu keponakan HM Saelan yang menjelaskan masjid Teja Suar sudah dijual dengan harga Rp13 miliar. Tapi lagi-lagi, Syahroni belum berani memastikannya, karena untuk bisa memastikan mesti menanyakan langsung ke notaris. Sedangkan notaris yang pernah disebut-sebut terlibat dalam proses penjualan, ternyata mengaku tidak tahu menahu. “Saya jelas menyesalkan kalau memang masjid ini dijual,” tandasnya. Pihaknya bahkan siap menghimpun kekuatan umat Islam untuk membeli kembali masjid Teja Suar supaya kembali lagi ke umat Islam. Sebagai tempat ibadah, dirinya tidak rela masjid yang menjadi kebanggaan warga Cirebon ini dijual. H Asy’ari yang juga jamaah salat Teja Suar mengaku cukup lama berinteraksi dengan Masjid Teja Suar, sejak tahun 1986 hingga sekarang. Banyak cerita di Masjid Teja Suar, karena masjid ini termasuk tempat transit dan menjadi sentral kajian keislaman di wilayah Cirebon. Termasuk ketika non muslim ingin masuk islam, Teja Suar menjadi masjid rujukan. Dirinya juga tahu penjualan masjid sudah cukup lama, namun tidak begitu paham angka penjualannya. Justru sekarang malah muncul ke media dan menuai reaksi umat Islam. Dirinya menyesalkan penjualan masjid tidak tidak terlebih dahulu ditawarkan kepada umat Islam. “Saya setuju kalau Masjid Teja Suar dibeli kembali. Saya yakin umat Islam sanggup mengumpulkan dana untuk membeli masjid itu. Saya juga siap patungan meski hanya 1 meter atau 2 meter,” ucapnya. Terpisah, Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon, A Sukma Nugraha SH MM mengaku tidak mengetahui persis arsip tentang Masjid Teja Suar. Sebab, sebelum BPPT ada, masjid sudah berdiri. “Masjid itu kan usianya puluhan tahun mengalahkan BPPT,” tuturnya. Ditambahkan Agas panggilan Akrab A Sukma Nugraha, pihaknya akan melakukan banyak pertimbangan ketika ada sebuah masjid dialihfungsikan. Jika lahan masjid tersebut masih dalam status sengketa, pihaknya tidak akan memproses izin investor untuk mendirikan showroom. \"Tanah sengketa akan kami tolak perizinannya, baik itu dengan masyarakat maupun dengan pemilik,” paparnya. (sam/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: