Diyakini Kerajaan Pajajaran Hilang, Sesungguhnya Dibakar Kesultanan Banten setelah Prabu Siliwangi Wafat

Diyakini Kerajaan Pajajaran Hilang, Sesungguhnya Dibakar Kesultanan Banten setelah Prabu Siliwangi Wafat

Penjelajah Portugis, Tome Pires mengungkap kesaksian saat berkunjung ke Pakuan Pajajaran, Ibu Kota Kerajaan Sunda dalam Catatan Perjalanan Suma Oriental.-Ist/Ilustrasi-Radarcirebon.com

Radarcirebon.com - Kerajaan Pajajaran diyakini hilang atau moksa bersama Prabu Siliwangi. Hal itu, berdasarkan cerita turut di masyarakat Sunda. Namun, sumber primer mengungkap fakta lain.

Dalam cerita pitutur urang Sunda, Kerajaan Pajajaran hilang atau moksa bersama Prabu Siliwangi dan salah satunya kisah itu disampaikan lewat Uga Wangsit Siliwangi.

Melalui Uga Wangsit Siliwangi itu, Sri Baduga Maharaja mengeluarkan wangsit bahwa Kerajaan Pajajaran akan hilang begitu saja dan tidak akan pernah ditemukan.

Masih melalui wangsit itu, diceritakan bahwa nantinya akan banyak yang mencari Kerajaan Pajajaran yang hilang. Namun, tidak akan pernah ditemukan.

BACA JUGA:Klasemen Liga Inggris Usai Liverpool Ditaklukan MU, Nyungsep di Peringkat 16

BACA JUGA:Manchester United vs Liverpool, Skor 2-1 The Reds Takluk di Kandang Setan Merah

Wangsit itu juga menyebutkan bahwa Kerajaan Pajajaran yang hilang bisa saja ditemukan. Tetapi mencarinya harus berlandaskan ilmu pengetahuan.

Kendati demikian, mengacu pada sumber primer, bahwa kejadian yang disebut Kerajaan Pajajaran Moksa atau hilang terjadi justru hampir 60 tahun setelah Prabu Siliwangi meninggal dunia.

Ketika itu, kekuasaan Kerajaan Pajajaran terus melemah sepeninggal Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa. Para raja penerus dianggap kurang cakap memimpin kerajaan.

Hingga akhirnya penyerangan terjadi oleh Kesultanan Banten, ibu kota Kerajaan Sunda yakni Pakwan Pajajaran dibakar habis, dan seluruh anak keturunannya dibunuh. 

BACA JUGA:Virus Lassa Serang Nigeria, 300Ribu Orang Terpapar Tiap Tahunnya

BACA JUGA:Komisi Informasi Daerah Sampaikan E-Monev, Indeks Keterbukaan Informasi Jawa Barat Terbaik

Inilah yang menyebabkan kerajaan tersebut tiba banyak ditemukan peninggalannya.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Dr Nina Herlina Lubis juga mengungkapkan hal ini.

Ditegaskan dia, setelah Prabu Siliwangi wafat, Pakuan Pajajaran sebagai ibu kota Kerajaan Sunda masih ada.

Awal keruntuhan Kerajaan Sunda dimulai dari Sunda Kalapa yang dapat direbut pasukan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah pada 1527.

BACA JUGA:Rusia Hancurkan Gudang Amunisi Milik Ukriana di Odessa

BACA JUGA:PKS Puji Kinerja Pemerintah Soal Penanganan Kasus Kematian Fredy Sambo

"Dari situ, masih butuh 50 tahun meruntuhkan Kerajaan Sunda. Kerajaan ini baru benar-benar runtuh tahun 1579," tandasnya.

Prof Dr Ayatrohaedi yang meneliti Naskah Wangsakerta yang berasal dari Cirebon, juga mengungkapkan hal senada.

Ayat tidak sependapat dengan persepsi bahwa Sri Baduga Maharaja adalah raja terakhir dan Kerajaan Pajajaran hilang. Sebab, Kerajaan Sunda baru runtuh tahun 1579 tepatnya 58 tahun setelah Sri Baduga Maharaja meninggal.

“Dengan mengikuti Naskah Wangsakerta berarti raja terbesar adalah Niskala Wastukancana sebagai Prabu Siliwangi I sedangkan raja terakhir adalah Suryakancana yang berjuluk Prabu Siliwangi VIII,” kata Ayat, seperti dilansir dari Historia.

BACA JUGA:Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil Dorong Kepala Desa Melek Digital

BACA JUGA:Luis Milla Bakal Bawa Dua Asisten Pelatih dalam Menukangi Persib Bandung

Naskah Wangsakerta juga menyebut bahwa raja Sunda terakhir adalah Suryakancana atau dalam Carita Parahayiangan bernama Nu Siya Mulya yang memerintah selama 12 tahun (1567-1579).

Sementara cerita berkembang dan menjadi keyakinan masyarakat, Kerajaan Pajajaran hilang bersama Prabu Siliwangi atau moksa.

Pesan terakhir Prabu Siliwangi kepada pengikutnya diyakini sebagai pertanda Sri Baduga Maharaja ngahyang atau menghilang bersama kerajaannya ke alam gaib.

Pesan yang disebut wangsit Siliwangi itu, menyatakan bahwa Kerajaan Pajajaran menghilang dari dunia fana dan tidak akan pernah ditemukan.

BACA JUGA:Putri Candrawathi dalam Minggu Ini akan Diperiksa Bareskrim Polri

BACA JUGA:Ridwan Kamil: Anak Muda Harus Mampu Adaptasi Era Digital

Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay."

"Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui."

"Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.”

“Dari mulai hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri."

BACA JUGA:Begini Kondisi Tiga Orang yang Lakukan Kontak Erat dengan Pasien Cacar Monyet di DKI Jakarta

BACA JUGA:Gempa Bumi 5,8 Magnitudo Guncang Lombok Tengah, Satu Rumah Rusak

"Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang akan mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali."

"Bisa saja, tapi menelusurinya harus memakai dasar. Tapi sayangnya yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.” (Perjalanan Spiritual Menelisik Jejak Satrio Piningit, hal. 16).

Setelah menyampaikan pesan, Prabu Siliwangi kemudian nga-hyang. Salah satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda.

Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung.” (Kalau aku sudah tidak menemanimu, lihat saja tingkah laku harimau).

BACA JUGA:Gempa Bumi 5,8 Magnitudo Guncang Lombok Tengah, Satu Rumah Rusak

BACA JUGA:Gara-gara Gagal Nyalip, Pelajar Asal Arjawinangun Meninggal Dunia

Wangsit ini, salah satunya, yang mendasari keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bersalin rupa menjadi harimau dan Kerajaan Pajajaran hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: