PNS di Bappeda Kabupaten Majalengka/Anggota PIA ARDHYA GARINI TNI AU

PNS di Bappeda Kabupaten Majalengka/Anggota PIA ARDHYA GARINI TNI AU

Menjadi ibu……. Bisa kita bayangkan, betapa menyentuh hati apabila anak perempuan kita berkata dengan tatapan mata yang polos menatap mata ibunya ingin bercita-cita menjadi ibu . Demikian mulianya peran ibu dimata mereka sehingga ingin menjadi sosok yang diidam-idamkan yaitu menjadi ibu tentunya seperti ibu yang selama ini dekat dengan mereka. Mungkin di mata mereka, sosok ibu adalah sosok yang sempurna bagaikan ‘malaikat tak bersayap’, selalu hadir dengan senyuman, selalu bisa menghibur di kala sedih, selalu bisa mencari solusi di kala anak sedang membutuhkan bantuan.  Tidak terlintas sedikitpun di benak mereka, bahwa seorang ibu juga sejatinya manusia biasa yang mempunyai keterbatasan untuk mengatasi persoalan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan batin. Demi kebahagiaan dan menjaga mental anak seringkali seorang ibu mampu untuk memberikan yang terbaik kepada anak meskipun dengan kondisi fisik, materi dan batin yang tidak memungkinkan. Sebaliknya bagaimana sosok mengenai seorang ibu menurut anda sebagai seorang dewasa? Ibu sosok orangtua yang paling dekat dengan kita, merawat kita dari kecil hingga dewasa, seorang ibu yang mampu berikhtiar demi melihat anak2nya  mendapatkan kehidupan yang lebih baik.Bahkan peran ibu tidak hanya berhenti saat kita menikah ,  masih sering kita temui uluran tangan seorang ibu yang telah berubah status menjadi nenek masih sangat dibutuhkan untuk membantu kita (anak2nya yang sudah berkeluarga) . Seakan sosok ibu menjadi ‘makluk’ yang selalu dimuliakan keberadaannya di belahan dunia manapun tanpa mengecilkan arti kehadiran seorang bapak.  Peran ibu yang begitu besar seakan mengikuti kemanapun kita berada dan melangkah sehingga selalu terselip dalam setiap lantunan doa-doa yang kita panjatkan. Melihat peran seorang ibu yang begitu besar apakah kita bisa melihat hal yang sama terhadap peran seorang istri ?Semakin  banyak wanita yang memilih hidup sendiri atau bahkan bercerai dari pasangan hidupnya yang sudah diresmikan melalui lembaga pernikahan. Kondisi ini menunjukkan betapa ‘tidak nyamannya‘ posisi seorang ibu/istri dalam rumahtangga hingga memutuskan untuk memperpanjang masa single atau hidup berpisah dari pasangan hidupnya. Hal ini sangat ironis sekali dengan kemuliaan seorang ibu yang sangat diagung-agungkan di belahan dunia manapun. Terdapat pandangan dangkal mengenai seorang wanita  ‘’menjadi wanita itu tidak akan jauh-jauh dari urusan dapur, sumur dan kasur” rasanya sudah sejak lama bahkan mungkin sudah puluhan tahun seringkali terdengar sehingga membentuk takdirwanita dilahirkan hanya untuk urusan sumur, dapur dan kasur. Mungkin hal ini tidak akan menjadi masalah apabila seorang wanita dalam perannya sebagai seorang istri dan ibu  hanya dengan berbekal seputar urusan sumur, dapur, dan kasur menjadi seorang wanita yang dihormati dan dimuliakan takdirnya oleh sosok  laki-laki  yang akan menjadi pasangan hidupnya kelak. Kenyataannya, ungkapan ini justru akan memperjelas  pandangan yang dangkal kepada peran seorang istri/ibu yang lemah, tidak berdaya dan tidak memperoleh pengakuan/apresiasi dari lingkungan sekitar. Terlihat jelas bahwa menjadi wanita tidak perlu mempunyai pendidikan yang tinggi dan berwawasan luas karena nantinya hanya akan kembali ke rumah mengurus urusan domestic keluarga, kondisi ini semakin membatasi seorang ibu untuk  mempunyai koneksi dengan dunia luar selain urusan domestic rumah tangga. Karena seorang ibu juga mempunyai kebutuhan untuk berekspresi dan mendapatkan apresiasi dari lingkungan sekitar . Hal ini akan didapat  apabila seorang ibu mempunyai kesempatan dan kemauan yang didukung dari pasangan hidupnya yaitu suami. Seorang suami tentunya sangat berperan besar bagi perkembangan dan kebutuhan  jiwa seorang istri. Harus benar-benar disadari dari seorang suami bahwa keluarga yang bahagia bersumber dari harmonisnya hubungan suami dan istri. Memberikan kesempatan kepada istri untuk mempunyai eksistensi diri diluar  urusan domestic keluarga jelas akan memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan jiwa seorang istri. Seorang istri/ibu sudah selayaknya mendapatkan ‘bekal’ dalam menjalani peran –perannya nanti sebagai seorang ibu. Bekal dalam arti tidak hanya pengetahuan berupa dapur, sumur dan kasur saja melainkan yang lebih utama adalah pendidikan/ilmu yang akan bermanfaat sekali dalam mendidik anak dan juga sebagai penunjang  kebutuhan batin seorang ibu untuk mendapatkan  apresiasi lingkungan sekitar. Tanpa ‘bekal’ yang cukup , seorang wanita dalam menjalankan perannya sebagai istri dan ibu akan mempunyai kedudukan yang lemah dan hanya akan menjadi objek/korban yang bergantung sepenuhnya secara emosi dan finansial kepada suami. Tentu saja tidak hanya ‘bekal’ dan dukungan suami sebagai factor eksternal saja yang dibutuhkan , yang lebih utama yaitu factor internal berupa kemauan yang kuat  dari sosok ibu sendiri untuk ‘upgrade diri’ tentunya harus diimbangi dengan kedewasaan pribadi seorang ibu dan pengertian yang besar bahwa ‘’urusan dapur, sumur dan kasur yang melekat kepada seorang wanita hendaknya bukan menjadi penghalang bagi seorang wanita untuk meraih takdirnya sebagai seorang ibu yang bisa menjadi teladan bagi anak2 dan lingkungan tapi seharusnya menjadi pengingat bahwa seorang wanita yang bisa berprestasi hendaknya selalu mengingat takdirnya dalam urusan dapur, sumur dan kasur ‘’ Keinginan yang kuat dari seorang ibu sangat mutlak diperlukan dalam hal ini, karena tidak mudah bagi seorang ibu untuk mendapatkan apresiasi dari lingkungan sekitar disebabkan peran seorang ibu yang juga harus bertanggungjawab terhadap kelancaran urusan domestic keluarga.Tuntutan masyarakat terhadap seorang perempuan yang hanya menonjol dalam urusan dapur, sumur dan kasur sudah terlanjur melekat, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi seorang ibu untuk bisa berkiprah di luar urusan domestic keluarga. Urusan dapur, sumur dan kasur sebenarnya hanyalah sebagian kecil takdir wanita dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu.Terdapat pengabdian yang luar biasa dari seorang ibu yang tidak bisa diukur oleh apapun kepada keluarga. Tidak hanya pengabdian kepada suami, kerelaan seorang ibu untuk melepas cita-citanya dan meluangkan waktunya untuk mengurus keluarga tidak akan pernah bisa diganti dengan apapun. Tahapan-tahapan yang penuh pengabdian seorang wanita dimulai dari perannya sebagai seorang istri, pengabdian  seorang istri kepada suami akan menjadi dasar yang kokoh untuk tahap selanjutnya yaitu pengabdian sebagai seorang ibu kepada keluarga. Sebagai seorang ibu, pengabdian bermula dari 3 hal yang tidak dimiliki oleh seorang bapak yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Pengalaman yang luar biasa akan dimiliki seorang ibu sejak mengandung janin selama 9 bulan, melahirkan dengan mempertaruhkan nyawa dan menyusui sebagai bekal di tahun pertama berpisah dng plasenta ibu. Terdapat istilah “Ibu adalah sekolah pertamaku”rasanya hal ini tidak berlebihan karena sejak dilahirkan hingga mengenal sekolah dasar seorang anak banyak menghabiskan waktunya mengenal lingkungan, bersosialisasi, beraktifitas  bersama ibu . Tentunya disamping peran seorang ibu , peran sebagai seorang istri yang mempunyai kewajiban melayani dan mengabdi kepada suami tidak boleh diabaikan. Menjadi seorang ibu tidak serta merta membawa kita kepada kebahagian yang sempurna bagi seorang wanita. Tidak semua ibu bisa merasakan manisnya buah pengabdian kepadakeluarga. Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak tersaji di depan mata.   Ada pengorbanan seorang ibu yang merelakan cita2nya terpendam atau tetap memilih mengejar cita2nya berkarir dengan konksekuensi hidup dengan 2 peran yang tidak mudah utk dijalani.Permasalahan dalam keluarga baik dari internal ataupun eksternal akan terus mengikis keimanan seorang ibu. Kedewasaan dan pola pikir akan menuntun seorang ibu untuk berikhtiar atau memilih berputus asa dalam menghadapi permasalahan keluarga. Tentunya hal ini akan membawa pengaruh besar bagi kehidupan anak di kemudian hari. Karena ibu merupakan contoh nyata  dalam kehidupan anak yang bisa membentuk kepribadian dan mental sebagai bekal anak yang akan dibawa hingga dewasa. Kondisi batin seorang ibu jelas akan berpengaruh besar memberikan efek bagi perkembangan mental anak dan pembentukan pribadi seorang anak. Apapun yang menjadi pilihan seorang ibu dalam menjalankan perannya apakah menjadi seorang ibu rumah tangga yang bekerja atau memutuskan tidak bekerja,  seorangibu akan tetap menjadi teladan,  sumber cahaya dan panutan bagi anak2nya khususnya generasi penerus pada umumnya. Sehiingga sudah sepatutnya kita sebagai seorang ibu untuk menunjukkan kepada anak2 kita bahwa menjadi seorang ibu adalah takdir yang indah bagi seorang wanita.Maka di Hari Ibu ini, kiranya tidak berlebihan apabila kita sebagai seorang ibu tidak berputus asa dalam berjuang selalu memberikan yang terbaik dengan kondisi jiwa yang prima sehingga mampu memberikan teladan utk tetap mengajarkan dan mencontohkan kebaikan kepada generasi penerus.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: