Rabu Wekasan di Tahun Baru
PENELUSURAN Radarcirebon.com saat detik-detik pergantian tahun ada yang berbeda pada hari Rabu (1/1/2013). Beredar mitos malam tahun baru itu merupakan hari Rabu terakhir bulan Safar (perhitungan Jawa) atau dalam bahasa Arab pada waktu itu masuk pada Arba\' Mustamir. Dalam mitos Jawa, malam Tahun Baru 2014 ini jatuh pada Rabu Wekasan. Ada yang menyebut Rebo Wekasan berasal dari kata Rebo Pungkasan alias Rabu Terakhir. Ada yang juga menyebut wekasan berasal dari kata Hasan alias baik (Sunda Banten). Di Madura terkenal Rebbuh Bekasen. Mitos yang beredar dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. \"Pada tahun-tahun sebelumnya, tidak ada tahun baru yang jatuh pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Dalam mitos tersebut juga disebutkan bahwa Tuhan akan menurunkan beribu-ribu malapetaka,\" ujar Rusman (45), warga Megu, kepada Radarcirebon.com (31/12). Sementara, Fathoni (30), seorang warga Weru, mengungkapkan pada zaman wali, Sunan Kalijaga singgah di Cirebon. Saat itu warga Cirebon resah dengan banyaknya musibah. Sunan Kalijaga menyuruh warga cirebon membuat kue apem untuk dibagikan pada para fakir miskin dan tetangga-tetangga bertujuan untuk menolak bala,\" ujarnya kepada Radarcirebon.com. Informasi yang dihimpun, Rebo Wekasan kemudian berkonotasi sebagai Hari Sial alias Hari Bala karena dikaitkan dengan kepercayaan bahwa Allah akan menurunkan bala ke dunia paling banyak di hari itu. Dalam pandangan sebagian penganut Islam, hari tersebut disebut Arba’ Mustamir. Di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, pro kontra tentang Rebo Wekasan dan ritual yang mengikutinya telah menjadi pembahasan sejak tahun 1900-an, terbukti dengan adanya fatwa dari Kiai Hasyim Asya’ari, pendiri NU yang juga kakek Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, mantan Presiden Indonesia. Berikut penjelasan Kiai Hasyim yang dipanggil dengan gelar Hadratus Syeikh ketika melakukan tanya jawab seperti dikutip jombang.nu.or.id: Syaikh Hasyim Asya’ari : “Ora wenang pituwah, ajak-ajak, lan nglakoni sholat Rebo Wekasan lan sholat hadiah kang kasebut ing su-al kerono sholat loro iku mau dudu sholat masyru’ah fis Syar’i lan ora ono asale fis syar’i”. (Tidak boleh memberi fatwa, mempromosikan, dan melakukan Shalat Rebo Wekasan dan shalat hadiah sebagaimana tersebut dalam pertanyaan, karena kedua shalat tersebut bukan shalat yang disyariatkan dalam syariat dan tidak ada asalnya dalam syariat). Sementara, situs resmi NU, nu.or.id juga memajang penjelasan tentang Rebo Wekasan dan Arba’ Mustamir:Bulan Shafar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam. Sebagaimana bulan lainnya, ia merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang tidak memiliki kehendak dan berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial. Tasa’um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliah dan sisa-sisanya masih ada di kalangkan muslimin hingga saat ini. Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah,“Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa.” (H.R.Imam al-Bukhari dan Muslim). Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allah.Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah. Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda: “Janganlah onta yang sakit didatangkan pada onta yang sehat”.Maksud hadits laa thiyaarota atau tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk adalah bahwa sandaran tawakkal manusia itu hanya kepada Allah, bukan terhadap makhluk atau ramalan. Karena hanyalah Allah yang menentukan baik dan buruk, selamat atau sial, kaya atau miskin. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas itulah yang ditiadakan oleh Rasulullah dan ini menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekad yang benar, agar orang yang kecewa tidak melemah di hadapkan pada perkara-perkara tersebut.Bila seorang muslim pikirannya disibukkan dengan perkara-perkara tersebut, maka tidak terlepas dari dua keadaan. Pertama: menuruti perasaan sialnya itu dengan mendahulukan atau meresponsnya, maka ketika itu dia telah menggantungkan perbuatannya dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Kedua: tidak menuruti perasaan sial itu dengan melanjutkan aktivitasnya dan tidak memedulikan, tetapi dalam hatinya membayang perasaan gundah atau waswas. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali dan hendaknya bersandar hanya kepada Allah. Penolakan akan ke empat hal di atas bukanlah menolak keberadaannya, karena kenyataanya hal itu memang ada. Sebenarnya yang ditolak adalah pengaruhnya. Allah-lah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi, maka sebab itu adalah benar. Tapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi, maka sebab tersebut salah. Muktamar NU yang ketiga, menjawab pertanyaan “bolehkah berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan, sebagaimana tercantum dalam kitab Lathaiful Akbar” memilih pendapat yang tidak mempercayai hari naas dengan mengutip pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut ini:“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54). Untuk mengetahui penjelasan lanjut tentang Rebo Wekasan dan Arba’ Mustamir silakan mengakses nu.or.id. Selamat Tahun Baru Masehi 2014 (wb)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: