Peringati Hari Ginjal Sedunia, RSD Gunung Jati Gelar Seminar Seputar Hemodialisa
Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal Hipertensi RSD Gunung Jati, dr. Wizhar Syamsuri Sp PD K-GH. FINASIM saat memberikan materi dalam seminar Pasien Penyakit Ginjal Kronis Hemodialisa / Pre Hemodialisa se-Wilayah Ciayumajakuning.-APRIDISTA SITI RAMDHANI -Radar Cirebon
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Hari Ginjal Sedunia yang dirayakan setiap minggu kedua di bulan Maret, RSD Gunung Jati menggelar kegiatan seminar Pasien Penyakit Ginjal Kronis Hemodialisa/Pre Hemodialisa se-Wilayah Ciayumajakuning.
Kegiatan ini diikuti oleh masyarakat umum dan pasien penyakit ginjal kronis baik secara offline maupun online melalui kanal Youtube RSD Gunung Jati, Selasa 14 Maret 2023.
BACA JUGA:Ciri-Ciri Pria Tanpa Identitas Tewas di Pilang
Dalam kesempatan tersebut, peserta seminar mendapatkan tatalaksana penyakit ginjal kronis dan terapi pengganti ginjal dari Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal Hipertensi RSD Gunung Jati, dr Wizhar Syamsuri Sp PD K-GH FINASIM serta materi penyakit ginjal kronis diagnosis dan permasalahannya dari dr Ari Mawati MM.
Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Ginjal Hipertensi RSD Gunung Jati dr Wizhar Syamsuri Sp PD K-GH FINASIM menuturkan hingga saat ini penyebab gangguan ginjal di Indonesia nomor satu paling banyak disebabkan oleh hipertensi (darah tinggi), kemudian diabetes, dan Glomerulonefritis.
Beberapa penyabab lainnya seperti infeksi batu, asam urat, tumor, obat-obatan dan sebagainya.
Selain itu, ada beberapa faktor yang memungkinan seseorang mengalami gangguan ginjal seperti obesitas (kegemukan), kurang olahraga, merokok, dislipidemia (gangguan kolestrol).
Kemudian, asupan garam berlebihan, kebiasaan mengonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit yang tak terkontrol, asam urat tinggi, dier tinggi garam, dan lainnya.
Gangguan ginjal kronik sendiri terdiri dari stadium satu hingga lima. Perlu diketahui penyakit ginjal kronik stadium satu hingga empat sering kali tidak memiliki gejala.
BACA JUGA:Sambut Hari Bhakti Pemasyarakatan, Rupbasan Kelas I Cirebon Gelar Donor Darah
Namun, gejala baru muncul setelah pasien mencapai stadium empat akhir atau stadium lima. Sehingga, saat pasien memiliki faktor risiko dan penyebab ginjal kronik, harus segera melakukan skrining deteksi dini penyakit ginjal.
"Skrining cukup sederhana dengan melakukan pemeriksaan urine untuk memeriksa kandungan protein dalam urine, atau dengan mengukur kadar keratinin dalam darah dengan melakukan pemeriksaan ke laboratorium untuk mengetahui kemampuan ginjal dalam membersihkan racun," paparnya.
Penyakit ginjal kronis saat ini umumnya terjadi pada usia produktif. Namun ada juga pasien anak yang mengalami gangguan ginjal kronis ini.
BACA JUGA:Beda Perlakuan LPSK Terhadap Pengajuan Perlindungan R dan N dalan Kasus Penganiyaan David Ozora
Misalnya di RSD Gunung Jati saat ini memiliki tiga orang pasien anak gangguan ginjal kronis dengan usia 14 tahun.
Sementara, di pusat kota besar saat ini sudah ada pasien anak berusia 5 - 7 tahun yang harus melakukan terapi ginjal rutin baik dengan CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis) yakni cuci darah lewat perut pasien, maupun HD (Hemodialysis).
"Yang terpenting, obati penyakit penyebab, kendalikan faktor risiko, diet, dan hati-hati akan konsumsi obat yang bisa merusak ginjal," jelasnya.
Lanjutnya, sebelum pandemi Covid-19 RSD Gunung Jati memiliki 150 pasien ginjal kronis yang rutin melakukan cuci darah. Saat ini jumlah pasien ada 130 orang.
BACA JUGA:Pria Tanpa Identitas Tewas di Pilang, Tabrak Becak dari Belakang
Tindakan cuci darah yang dilakukan setiap bulannya saat ini berjumlah sekitar 1100 tindakan dari paeisn HD sekitar 120 - 130 pasien dan CAPD sekitar 9 pasien. "Dengan cuci darah fungsi ginjal bisa tergantikan," terangnya.
Sementara itu, Wizhar menambahkan dalam Hari Ginjal Sedunia tahun ini, memgambil tema Ginjal sehat untuk semua antisipasi bencana lindungi kelompok beresiko.
Pasalnya saat ini banyak bencana alam, bencana kemanusiaan, bencana penyakit yang terjadi yang memerlukan perhatian besama.
Seperti saat tiga tahun pandemi Covid-19 ini menyebabkan populasi pasien gagal ginjal merupakan komorbid yang memiliki risiko kematian tinggi.
BACA JUGA:AG Ajukan Perlindungan, LPSK Resmi Menolak
Sekitar 30 persen pasien cuci darah meninggal pada masa Covid-19, di samping itu cuci darah pada pasien covid memerlukan biaya yang tinggi.
Untuk itu melalui kegiatan seminar ini pihaknya turut mengajar para stakeholder terlibat dalam penyakit ginjal sehingga memiliki kepahaman yang sama agar pelayanan bisa berjalan dengan baik.
"Tahun ini RSD Gunung Jati juga akan menyediakan teknik Haemodiafiltration Online, dimana teknik cuci darah ini bisa membuang racun-racun berukuran sedang dan besar yang lebih bagus untuk harapan hidup pasien," tukasnya. (apr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase