Ini yang Wajib Diketahui Para Bobotoh, Bagaimana Sejarah Rivalitas Persija Jakarta dan Persib Bandung?

Ini yang Wajib Diketahui Para Bobotoh, Bagaimana Sejarah Rivalitas Persija Jakarta dan Persib Bandung?

Sejarah rivalitas Persib Bandung dan Persija Jakarta. -Istimewa-radarcirebon.com

BACA JUGA:Tim Pengmas FIB UI Serahkan Hasil Penelitian ke Desa Linggasana

Persija ketika itu tidak sukai tim lain karena banyak alasan. Di antaranya paling kaya, glamour (kumpulan pemain timnas), dan arogan (suka menarik pemain bintang dari tim daerah lain).

Seingat Iwan, kisah rivalitas terbesar Persib di era Perserikatan justru terjadi dengan PSMS Medan di tahun 1980-an. Bukan dengan Persija Jakarta.

Persib sangat dominan di era 1980-an, tapi Maung Bandung ini kalah dua kali beruntun dengan PSMS Medan. Kekalahan itu terjadi di final Perserikatan 1983 dan 1985 oleh PSMS lewat adu penalti.

Di masa itu wasit Jafar Umar (wasit yang menganulir gol persib di final 1985) sama terkenalnya dengan walikota Bandung Ateng Wahyu di Bandung.

BACA JUGA:Benarkah Genghis Khan Pernah Meniduri Seribu Lebih Wanita, Miliki 16-17 Juta Keturunan?

Sementara rivalitas Persib-Persija mulai tumbuh ketika tim-tim Perserikatan dan Galatama dilebur dalam wadah Liga Indonesia. Tepatnya di akhir 1990-an.

Rivalitas itu pun tidak di lapangan hijau, tapi lebih banyak di luar lapangan.

Di era yang kurang lebih bersamaan, ada juga fenomena baru berupa munculnya komunitas suporter berbasis klub yang terorganisir. Cirinya ada kepengurusan, membership, atribut khas dan lain-lain.

Di Bandung mekarlah, salah satunya Viking, di Jakarta ada Jakmania. Sebelum itu, di Bandung misalnya, suporter Persib secara umum hanya disebut bobotoh, dan ikatan organisasinya sangat longgar dibanding Viking.

BACA JUGA:Dituduh Tidak Berlisensi, Asisten Pelatih Bojan Hodak Punya Tugas Berat di Persib

Gesekan antar kedua komunitas suporter ini mulai marak di tahun 2000-an, sehingga keduanya mempersepsikan satu sama lain sebagai musuh.

Persepsi adanya musuh di luar sana berdampak pada semakin fanatiknya kedua kubu suporter. Mereka fanatik pada identitas kelompok sendiri di satu sisi. Di sisi lain, makin kuatnya kebencian terhadap suporter lawan.

Ini yang membuat lingkaran kekerasan yang melibatkan kedua kubu sukar diputus.

Sebenarnya, ketimbang faktor sepakbola, perseteruan kedua belah kubu lebih banyak didorong banyak hal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: