Sekolah Lapang Iklim, Upaya BMKG Bantu Petani Atasi Gagal Panen Akibat Perubahan Cuaca

Sekolah Lapang Iklim, Upaya BMKG Bantu Petani Atasi Gagal Panen Akibat Perubahan Cuaca

Sekolah Lapang Iklim BMKG, upaya BMKG melatih para petani Indonesia untuk terampil dalam memahami strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya.-BMKG-

YOGYAKARTA, RADARCIREBON.COM – Agar pola tanam para petani bisa menyesuaikan dengan perubahan iklim yang terjadi saat ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) punya program baru.

Ya, BMKG berusaha membantu para petani dengan menggencarkan pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) di seluruh penjuru Indonesia.

BMKG memiliki misi untuk mengajari para petani Indonesia untuk terampil dalam memahami strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya, guna memperkuat ketahanan pangan Indonesia.  

"Insya Allah dengan terjaganya ketahanan pangan, Indonesia bisa terhindar dari ancaman krisis pangan global sebagai akibat dari derasnya laju perubahan iklim," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam pembukaan SLI operasional di Desa Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu 27 September 2023.  

BACA JUGA:Bersama Pelatih Baru, Persita Ingin Ulang Sukses, bisa Curi Poin di Kandang Persib Bandung

Dwikorita menyebut bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim dan sangat rentan terhadap dampak buruk kejadian cuaca atau iklim ekstrem. 

Berbagai dampak buruk tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya panen, berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik, yang kemudian dapat mengancam ketahanan pangan nasional. 

“Kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas,” kata Dwikorita. 

BACA JUGA:Angkanya Relatif Kecil, Kelurahan Kesenden Tak Lagi Masuk Lokus Utama Stunting Kota Cirebon

Maka dari itu, lanjut Dwikorita, sebagai ujung tombak pertanian, maka petani harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk dapat memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya. 

Pranoto mongso atau ilmu titen yang digunakan untuk menentukan kapan harus tanam dan panen, tambah Dwikorita, harus di-update dengan menyertakan penggunaan teknologi.

Dengan begitu, para petani bisa terhindar dari risiko terburuk berupa gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem.  

Dengan mengetahui lebih dini, lanjut mantan Rektor UGM Yogyakarta ini, maka petani dapat segera menyusun rencana tanam. 

BACA JUGA:Timnas U-24 Indonesia Gagal Gaet Medali Asian Games, Indra Sjafri Sampaikan Hal Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase