Luar Biasa, Jual Rugi Bisa Untung

Luar Biasa, Jual Rugi Bisa Untung

Catatan: Yanto S Utomo INI logika orang awam seperti saya: Jika biaya produksi itu lebih tinggi daripada harga jual, maka hasil akhirnya akan merugi. Tetapi di PDAM Kota Cirebon ada kasus menarik. Perusahaan daerah tersebut menjual air ke pelanggannya rata-rata lebih rendah dibanding dengan biaya produksi, tetapi perusahaan tersebut untung. Hal inilah yang sekarang sedang menjadi sorotan dan perdebatan banyak kalangan. Lagi-lagi menurut orang awam, apa yang terjadi di PDAM itu bisa jadi benar, tapi juga bisa jadi salah besar. Benar, jika penjualan air itu bukan merupakan pendapatan satu-satunya. Mungkin ada pendapatan lain. Tetapi pendapatan apa? Inilah yang wajib ditelusuri dan diseriusi oleh semua pihak. Tentu salah dan akal sehat akan menolak jika ternyata pendapatan satu-satunya itu hanya dari hasil penjualan air. Untungnya dari mana? Pengalaman saya membawahi beberapa perusahaan penerbit. Di penerbit itu, selain hasil penjualan koran juga ada pendapatan lain yakni penjualan space iklan. Walaupun kalau dirata-rata penjualan koran itu merugi atau pendapatannya di bawah biaya cetak, tetapi bisa ditutupi oleh pendapatan pemasangan iklan. Atau kalau saya mengistilahkan, “Koran disubsidi iklan”. Bahkan kalau pendapatan iklan luar biasa besar bisa menjadi keuntungan bagi perusahaan. Nah, jika di PDAM itu mengaku penjualan air itu saja sudah merugi, dan itu merupakan pendapatan satu-satunya, lalu untungnya dari mana? Rasanya sulit untuk menjawabnya. Yang tahu hanya para pengelola PDAM tersebut. Karena itu, saya sampaikan kepada kawan-kawan keuangan dan wartawan bahwa hebat sekali pembuat laporan keuangan dan direktur keuangan PDAM jika memang komponen ongkos produksi lebih tinggi dibanding harga jual merupakan pendapatan satu-satunya. Luar biasa, jual rugi saja bisa untung. Tapi saya menegaskan kepada kawan-kawan keuangan, jangan ditiru sulap menyulap seperti itu. Kalau untung katakan untung. Kalau rugi bilang rugi. Jika untung hanya karena permainan laporan malah bisa membahayakan bagi perusahaan ke depan. Saya ingin berdagang menggunakan logikanya orang awam saja. Seperti simbok-simbok pedagang cabai itu. Mereka selalu menggunakan akal sehat. Supaya untung menjual cabainya, maka harus lebih tinggi daripada modal membeli cabai. Lalu untuk apa pula kalau untung hanya di atas kertas alias tidak riil? Ngakunya punya uang atau orang kaya, tetapi hanya di atas kertas. Untung itu ya ada duitnya. Kalau tidak ada, ya ada piutangnya. Atau kalau dibelikan barang, berapa nilainya dan di mana barangnya. Saya kira ini prinsip standar. Nah, yang perlu diwaspadai oleh semua pihak terhadap laporan PDAM itu adalah jika laporan tersebut pura-pura. Pura-pura untung atau pura-pura rugi. Dua-duanya sangat berbahaya jika tidak riil menggambarkan apa yang terjadi di perusahaan. Ini bisa menyesatkan dan menjerumuskan semuanya. Termasuk pemilik perusahaan itu sendiri. Juga bisa membingungkan semua yang terlibat, termasuk pelanggan. Pemilik akan salah mengambil kebijakan dan keputusan yang keliru. Kalau keputusan sudah keliru, para pelangganlah yang akan menjadi korban. Misalnya begini, PDAM akan menaikkan tarif air lantaran biaya produksi yang lebih tinggi daripada harga jual air. Tetapi di sisi lain perusahaan itu untung. Lalu, mengapa kalau untung harus menaikkan harga jual ke konsumen? Apa ingin untung lebih banyak? Keuntunggannya dari mana? Saya sangat setuju jika perusahaan daerah itu bisa meraup untung besar. Itu artinya para pengelolanya punya nafsu besar untuk membesarkan perusahaan. Karena untung besar itu akan menyumbang ke pendapatan daerah yang besar pula. Artinya untung tersebut juga bisa dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut saya, pengelola yang semacam itulah yang disebut amanah. Tetapi tidak sekadar mencari untung besar. Dari mana saja untung itu didapat, juga penting. Jangan karena ingin mencari keuntungan besar tetapi mencekik leher rakyat, saya kira itu tidak berkah. Apalagi ini perusahaan daerah. Setidaknya ada dua mata panah yang harus semuanya tajam. Pertama, karena ini perusahaan maka harus mencari untung. Kedua, jangan melupakan unsur sosial. Kalau tidak mendapatkan untung, tentu akan terganggu upaya mempertahankan kelangsungan perusahaan. Tetapi jika melupakan aspek sosial, juga akan membahayakan perusahaan itu sendiri. Yang berbahaya adalah jika perusahaan itu pura-pura untung atau pura-pura rugi. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan untuk kepentingan orang-orang dan golongan tertentu. Sebab sekarang memang lagi zamannya pura-pura. Ditahan tetapi bisa kelayapan ke China, Malaysia, Singapura dan Bali. Namanya pura-pura ditahan. Menjadi pemimpin dan petinggi tetapi waktunya dihabiskan di lapangan golf dan meja karaoke. Bahkan keputusan-keputusan penting pun ditelurkan di dua tempat itu. Itu namanya pura-pura jadi pemimpin. Mudah-mudahan tidak terjadi di Cirebon. Pura-pura untung berbahaya karena memang tidak riil menggambarkan kondisi perusahaan. Mungkin ada pendapatan yang digelembungkan. Mungkin juga ada pengeluaran yang tidak dibukukan. Harus ditelusuri sumber keuntungan itu. Apalagi ada persoalan, biaya produksi yang di bawah harga jual. Pemilik harus teliti betul terhadap laporan itu. Dibongkar per item, termasuk di antaranya biaya produksi yang lebih tinggi itu. Pura-pura rugi juga bahaya. Walaupun cara penanganannya tidak serumit kalau pura-pura untung. Kalau pura-pura rugi, tinggal membongkar item-item apa saja yang membuat biaya tinggi yang menimbulkan kerugian. Atau menelusuri hal-hal yang seharusnya menjadi pendapatan tetapi tidak dibukukan. Juga penghitungan kebocoran asal tembak dan asal tebak yang pasti tidak akurat. Nah, khusus PDAM Kota Cirebon ini, ternyata lain. Rugi hasil penjulan air, tetapi untung di hasil akhirnya. Mudah-mudahan ada pendapatan lain selain berjualan air. Dan mudah-mudahan pula keuntungan tersebut menjadi tidak pura-pura. Karena itu semua pihak tidak boleh membiarkan perusahaan yang menyangkut hajat orang banyak, semacam PDAM ini, salah kelola. Laporan yang menurut orang awam itu tidak masuk akal, harus menjadi perhatian. Sebab, semakin kita apatis, kerusakan akan terjadi di mana-mana. Kepada Pak Wali atau Wakil Walikota selaku pemilik, sekadar masukan saja. Sebaiknya dipertimbangkan dulu untuk menaikkan harga jual air PDAM. Diteliti dulu laporan dari PDAM itu. Ada yang pura-pura atau tidak. Pertama, harus diseriusi penyebab-penyebab mengapa biaya produksi lebih tinggi daripada harga jual. Kedua, mengapa untung pada/hal harga jualnya lebih rendah ketimbang harga pokok produksi. Ketiga, ditelusuri kemungkinan ada pendapatan lain selain menjual air. Mungkin uang PDAM digunakan untuk main saham, main obligasi, inves untuk perumahan atau bisnis yang lainnya yang bisa menimbulkan pendapatan selain dari menjual air. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: