BMKG Prediksi Mulai April 2024 Akan Terjadi Fenonena Cuaca La Nina

BMKG Prediksi Mulai April 2024 Akan Terjadi Fenonena Cuaca La Nina

Ilustrasi badai sebagai bagian dari fenomena cuaca.-Alexandre Bringer-pexels.com

RADARCIREBON.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kejayaan El Nino akan berakhir pada bulan April 2024 dan akan segera digantikan La Nina.

El Nino merupakan sebuah fenomena alam berupa naiknya suhu lautan pasifik, sehingga memicu berbagai kejadian iklim di wilayah sekitarnya, seperti Indonesia.

Di Indonesia, El Nino berlangsung sejak  paruh akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024.

BACA JUGA:Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Sosialisasikan Penghapusan Jaminan Fidusia, Apa Itu?

BACA JUGA:Kementerian BUMN Sediakan 1.225 Bus, 60 Kereta Api dan 15 Kapal Laut untuk Program Mudik Gratis

BACA JUGA:Banjir Terjang Kecamatan Astanajapura, Puluhan Rumah di Blok Cantilan Japura Kidul Terendam

Berbagai kejadian ekstrem tersebut mulai dari kekeringan, kebakaran hutan, gunung, dan lahan pertanian, kebakaran tempat pembuangan sampah akhir,  wabah penyakit, suhu panas yang menyengat, hingga gagal panen yang meluas.

Salah satu hal yang menyebabkan harga beras mahal adalah dampak langsung dari El Nino, karena kemarau panjang pada 2023 menyebabkan mundurnya jadwal tanam padi.

Sehingga, pada saat ini komoditas padi langka dipasaran, karena belum waktu panen.

Menurut Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari bahwa pihaknya telah menemukan banyak tanda kemungkinan La Nina yang terlihat dari beberapa bulan yang lalu.

BACA JUGA:Alhamdulillah! Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 Kota Cirebon Selesai

BACA JUGA:Kenapa Instagram dan Facebook Down? Ini Kata Jubir Meta

BACA JUGA:BREAKING NEWS! Banjir Kembali Terjang Cirebon Timur, Ciuyah dan Ambit Minta Bantuan

“Berbagai model laut sedang mengindikasikan bahwa terjadi pendinginan, akan terjadi pendinginan, diprediksi terjadi pendinginan,di Samudera Pasifik itu mengindikasikan terjadinya fenomena La Nina,” terang Supari dalam diskusi media yang bertemakan “Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim” pada Selasa, 3 Maret 2024.

Ia memaparkan, hingga saat ini, BMKG masih belum bisa mengukur kekuatan La Nina yang kemungkinan terjadi pada paruh akhir tahun 2024.

Namun, dalam siklus iklim sendiri, La Nina tidak akan terlalu berdampak pada musim kemarau.

“Musim kemarau kalau disertai La Nina kemungkinan curah hujannya tetap tinggi. Memang tidak setinggi di musim hujan, tapi cukup banyak dari curah hujan normal di musim kemarau,” jelas Supari.

BACA JUGA:Soal Hak Angket, Sahroni: Ini Baru Paripurna, PDI Perjuangan Go Head, Nasdem Go Head

Tidak hanya itu, berdasarkan analisis BMKG, terjadinya La Nina setelah El Nino dinilai normal. Terlebih pada 10 tahun terakhir Indonesia mengalami krisis iklim yang cukup ekstrim dengan La Nina dan El Nino yang datang bergantian.

Pada tahun 2015, Indonesia mengalami El Nino kuat yang menyebabkankekeringan parah. Disusul tahun 2016 berbalik menjadi La Nina.

Tahun 2017 fenomena ENSO berada pada kategori netral, kemudian disusul El Nino lemah pada tahun 2018 akhir. Tahun 2019 kata Supari Indonesia kembali mengalami kekeringan.

BACA JUGA:Peringati Hari Baznas, Bupati Imron Dorong Masyarakat Salurkan Zakat

"2019 itu misalnya kondisi tanpa hujan terjadi sampai 259 hari atau berkisar hampir 8 bulan lebih, 8 bulan lebih di NTT. Jadi sangat kering. Waktu itu berbarengan dengan indian ocean dipole (IOD).”

“Kemudian pada tahun 2020-2022 kita ada La Nina 3 tahun berturut-turut, lalu 2023 kita ada El Nino level moderate/ sedang, dan kemudian 2024 kita ada potensi La Nina lagi,” rinci Supari.

Menurutnya, saat ini Indonesia lebih sering menghadapi iklim yang ekstrim dibandingkan dengan iklim normal.

BACA JUGA:Korsleting Listrik, Rumah Warga Desa Gintung Ranjeng Kebakaran

Oleh karena itu, baik pemerintah maupun masyarakat diharapkan untuk selalu bersiap menghadapi krisis iklim tersebut. Terlebih, potensi iklim yang ekstrim dapat terindikasi dari 6 bulan sebelumnya.

“Sehingga kita mau tidak mau harus memahami bahwa kondisi iklim apapun yang terjadi, El Nino atau La Nina, itu akan ada bagian dari sektor pangan yang terdampak,” tandasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase